Peneliti LIPI Ungkap Konsep Normalisasi Sungai Ala Ahok Memang Merusak Ekosistem
Nasional

Peneliti limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Gadis Sri Haryani menyebut bahwa konsep normalisasi sungai telah sejak lama ditinggalkan oleh negara-negara Eropa.

WowKeren - Banjir yang melanda wilayah Jakarta dan sekitarnya pada awal tahun 2020 kemarin kembali memunculkan perdebatan mengenai konsep penanganan terbaik. Gubernur DKI Anies Baswedan diketahui menggunakan konsep naturalisasi sungai untuk menangani banjir Jakarta.

Namun, konsep ini kerap dibandingkan dengan normalisasi sungai ala mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Lantas, apakah konsep normalisasi ini memang lebih baik untuk menangani banjir?

Peneliti limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Gadis Sri Haryani pun menjelaskan lebih lanjut soal konsep normalisasi sungai ini. Dr Gadis menyebut bahwa konsep normalisasi telah sejak lama ditinggalkan oleh negara-negara Eropa. Namun, ia juga menjelaskan bahwa konsep ini tetap bisa digunakan di Jakarta dengan tetap memperhatikan sejumlah kondisi.

"Teknologi normalisasi pernah dipakai di Eropa dan telah disadari keliru dan telah ditinggalkan. Tapi kalau di Indonesia bisa disesuaikan," ungkap Dr Gadis dilansir detikcom pada Selasa (7/1). "Konsep normalisasi ini tentu tetap bisa digunakan dengan melihat beberapa kondisi."

Menurut Gadis, yang harus dilakukan sebelum melakukan normalisasi sungai adalah melihat terlebih dahulu hulu dan hilir sungai. Apabila pinggiran sungai dinilai rentan dan rawan longsor, maka normalisasi bisa dilakukan.


"Artinya gini, kan tergantung sungai itu berada. Kalau misalnya sungai Ciliwung itu hulunya dari Kabupaten Bogor, ke hilirnya misalnya di Jakarta, dengan kondisi Jakarta yang penuh bangunan di sekitar sungainya itu, memang ada daerah pinggiran sungai yang rawan longsor," tutur Dr Gadis. "Nah itu memang oke dinormalisasi, dibeton atau diturap."

Namun ada pula sungai yang tidak perlu dinormalisasi. Contohnya adalah sungai di kawasan Condet yang ekosistem alaminya dihidupkan oleh masyarakat.

"Tapi ada daerah yang tidak perlu dibeton seperti di Condet yang dihidupkan ekosistemnya oleh masyarakat Ciliwung," jelas Dr Gadis. "Dari lahannya itu tidak perlu dibeton atau normalisasi, karena di lahannya itu ditanami tumbuh-tumbuhan yang bisa menahan erosi."

Lebih lanjut, Dr Gadis sebagai peneliti menilai bahwa normalisasi memang merusak ekosistem sungai. Namun, hal tersebut kembali pada kondisi hulu dan hilir sungai.

"Normalisasi kan diluruskan, dikeraskan dindingnya. Kan kalau secara ilmiah kan merusak ekosistem. Karena daerah pinggiran sungai ini dengan kemampuan ilmiahnya punya kemampuan untuk menahan erosi," pungkas Dr Gadis. "Harus melihat hulu dan hilir. Kalau kami kan peneliti, jadi kami melihatnya ekosistem. Semuanya harus back to nature, kembali ke alam."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru