Heboh Video Dokter Sebut Vaksin Corona Berbahaya dan Bisa Ubah DNA, Begini Faktanya
Rawpixel
Health

Dalam video tersebut seseorang yang mengaku sebagai Dr. Johan Dennis, ahli homeopati asal Belgia, menyebut vaksin COVID-19 berbahaya bagi penerima. Benarkah? Cek faktanya berikut ini.

WowKeren - Sebuah video yang konon merupakan testimoni dari beberapa dokter tengah menghebohkan pengguna WhatsApp Indonesia. Sebab dalam video itu, sekumpulan orang yang mengaku dokter kenamaan dari beberapa negara mengklaim pandemi COVID-19 hanya konspirasi belaka serta vaksinasi yang malah menyebabkan DNA penerimanya berubah.

Dikutip dari Kumparan, video berdurasi 2 menit 38 detik itu diisi oleh beberapa dokter dan satu jurnalis kesehatan, salah satunya Dr. Johan Dennis yang mengaku sebagai dokter umum spesialisasi homeopati di Belgia. Dennis dan kawan-kawan dalam video itu mengklaim pandemi Corona adalah hal palsu lantaran virusnya yang sebenarnya mirip dengan influenza.

"Itu adalah pandemi palsu. Virus Corona dalam hal kematian dan penularan sebanding dengan flu musiman, dan saya menolak tindakan tidak proporsional yang diambil pemerintah," ungkap Dennis, dilansir pada Jumat (18/12).

Konspirasi semacam ini sudah sering disampaikan selama pandemi COVID-19 berlangsung. Namun beberapa media internasional serta para ahli sudah berkali-kali menegaskan, virus penyebab COVID-19 diidentifikasi sebagai SARS-CoV-2 dan wabah yang ditimbulkan pun bukan kepalsuan semata.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 17 Maret 2020 silam juga menegaskan virus penyebab COVID-19 dan influenza adalah berbeda. Perbedaan signifikannya terletak pada kecepatan penularan, subjek penular, serta kelompok yang rentan terhadap infeksi virus tersebut.

Kemudian pernyataan lain yang membuat heboh publik adalah Dennis menyebut vaksin Corona tidak terbukti aman dan efektif, bahkan cenderung berbahaya karena berefek panjang mengubah DNA individu penerimanya. Tak pelak klaim ini bisa menyebabkan seseorang takut untuk divaksin.


"Vaksin ini tidak terbukti aman. Ini telah dikembangkan dengan cepat. Kami tidak tahu apa efek jangka panjangnya," tegas Dennis. "Ini membutuhkan lebih banyak penyelidikan. Tidak ada terburu-buru atau darurat."

"Itu mungkin mengubah DNA Anda. Ini tidak dapat diubah dan tidak dapat diperbaiki untuk semua generasi masa depan. Sebuah eksperimen kemanusiaan," imbuhnya. "Saya tidak akan mau divaksin, pasien saya atau orang yang saya cintai. Kami bukan kelinci percobaan."

Perihal penelitian yang begitu cepat, memang diakui karena dunia tengah terdesak oleh pandemi COVID-19 yang malah semakin ganas beberapa waktu belakangan. Memang awamnya vaksin dikembangkan dalam jangka waktu panjang, hingga bertahun-tahun, namun pandemi COVID-19 mengubah cara pandang itu.

Kendati demikian, lembaga-lembaga "kunci" seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan FDA (BPOM dari Amerika Serikat) akan merilis izin penggunaan jika sesuai standar. Mereka, sesuai arahan WHO, tidak akan menurunkan standar keamanan sebuah vaksin meski kebutuhannya sangat mendesak.

Sedangkan untuk klaim vaksin bisa mengubah DNA penerimanya, sigap dibantah oleh Profesor Jeffrey Almond dari Universitas Oxford. Almond menegaskan bahwa vaksin yang dikembangkan saat ini menggunakan fragmen materi genetik virus, dalam hal ini disebut messenger RNA.

"Menyuntikkan RNA ke dalam tubuh seseorang tidak akan berpengaruh pada DNA sel manusia," jelas Almond. Selain itu, vaksin pun bekerja dengan memberi instruksi tubuh penerima agar menghasilkan protein serupa permukaan virus, yang kemudian akan dikenali tubuh sebagai musuh dan memicu produksi antibodi.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru