Jumlah bantuan yang akan disumbangkan jika harapan itu tercapai ialah senilai Rp 1 Miliar.
- Neressa Prahastiwi
- Rabu, 03 Oktober 2018 - 20:41 WIB
WowKeren - Bencana alam yang akhir-akhir ini banyak terjadi di Indonesia membuat kru film "The Origin of Santet" berencana untuk menyumbangkan dana sebesar Rp 1 miliar untuk gempa di Lombok serta Donggala, Palu. Rencana tersebut merupakan nazar para kru film apabila "The Origin of Santet" berhasil mencapai target 1 juta penonton.
Gagasan itu disampaikan Marcelino Lefrandt selaku salah satu tokoh utama dalam film ini. Menurut Marcelino, ide tersebut telah disepakati oleh seluruh pendukung film "The Origin of Santet" yang terlibat.
"Ini film memang bukan cuma cari profit saja, tapi juga cari sesuatu," tutur Marcelino dilansir Kumparan. "Karena Indonesia lagi ditimpa bencana alam terus, ya, jadi kita harus berbuat sesuatu. Jadi, ditargetkan 1 juta penonton, disumbangkan Rp 1 miliar untuk para korban bencana alam."
"The Origin of Santet" mengisahkan kepulangan Rendy (Marcelino Lefrandt) dan Laura (Kelly Brook) beserta dua anak perempuan mereka ke Indonesia. Tragedi meninggalnya ayah Rendy karena bunuh diri serta penyakit parah yang diderita sang ibunda membuat mereka mulai terperangkap dalam sebuah teror.
Film ini akan memadukan cita rasa barat dan timur lantaran menggaet beberapa pemain asal luar negeri, seperti Kelly Brook (Inggris), Jazz Ocampo (Filipina), dan Bali Nadeya Curtain (Australia). Tak sampai di situ, dialog dalam "The Origin of Santet" 90% menggunakan bahasa Inggris dengan harapan juga dapat dinikmati oleh penonton luar negeri.
"Konsepnya awalnya, sih, kami mencoba membuat cerita yang nge-blend, nge-mix antara kultur barat dan timur," ujar sang sutradara, Helfi Kardit. "Tapi, kami juga berharap film ini bisa dinikmati dengan nyaman secara bahasa oleh penonton dari luar, makanya kami pakai pemain dari luar."
"The Origin of Santet" dijadwalkan tayang pada 4 Oktober esok hari. Film garapan Skylar Pictures ini juga akan dibintangi aktor senior Ayu Dyah Pasha, Tien Kadaryono, dan Ray Sahetapy.
(wk/nere)
