Tak Hanya Sebabkan Obesitas, Sering Ngemil dapat Mengganggu Kekebalan Tubuh
Healthy is Wealthy
Health

Hal ini menandakan setiap kali makan akan memberikan tingkat stres fisiologi pada sistem kekebalan tubuh.

WowKeren - Ngemil alias mengonsumsi makanan ringan merupakan kebiasaan yang biasa dilakukan untuk mengisi waktu senggang atau mengganjal perut yang lapar. Misalnya ketika menonton film, rasanya tidak lengkap jika tidak ditemani oleh setoples keripik ubi atau popcorn. Saat tengah belajar pun, biskuit atau wafer terkadang mendampingi kita.

Kebiasaan ngemil diketahui tidak baik untuk tubuh. Penyakit seperti diabetes mellitus dan obesitas dapat menghampiri kalian. Selain itu, ngemil terlalu sering juga dapat menyebabkan sistem imun tubuh terganggu, lho.

Kebiasaan makan tiga kali sehari mulai berkembang sejak akhir abad ke-18. Namun belakangan ini, orang-orang mengonsumsi makanan lebih sering daripada yang pernah dilakukan sebelumnya diluar jam makan. Banyak dari kalian yang terus ngemil di luar jam makan.

Dilansir dari The Independent, tubuh memiliki dua keadaan metabolisme yang berbeda, yakni berpuasa atau tanpa makanan dan pasca-makan. Keadaan pasca-makan yang absortif merupakan waktu yang secara metabolisme aktif untuk tubuh kalian. Saat makan, tidak hanya nutrisi yang terserap namun, sistem kekebalan tubuh akan terpicu untuk menghasilkan respon inflamasi sementara.

Peradangan merupakan respons normal tubuh terhadap infeksi dan cedera yang akan memberikan perlindungan terhadap rangsangan berbahaya. Hal ini menandakan setiap kali makan, akan memberikan tingkat stres fisiologi pada sistem kekebalan tubuh. Jadi, jika kalian ngemil terlalu sering, tubuh berakhir dalam kondisi peradangan yang hampir konstan.

Sekitar empat jam setelah makan, mikroba usus dan komponennya bocor ke aliran darah dan secara diam-diam memicu peradangan oleh sistem kekebalan tubuh. Proses ini sebagian besar didorong oleh aktivasi sensor imun kritis nutrisi yang disebut "inflammasome" yang melepaskan molekul inflamasi yang dikenal sebagai "interleukin-1β".


Peradangan hanya dimaksudkan sebagai serangan perlindungan jangka pendek oleh sistem kekebalan tubuh. Tetapi, peradangan setelah makan dikenal sebagai peradangan postprandial dapat diperburuk oleh gaya hidup modern. Hal ini termasuk makanan padat kalori, sering makan, fruktosa berlebihan dan makanan berlemak, terutama lemak jenuh.

Peradangan postprandial yang persisten merupakan masalah karena menimbulkan kerusakan kolateral berulang pada tubuh yang dapat merusak kesehatan dari waktu ke waktu. Peradangan kronis tidak menular seperti penyakit jantung dan diabetes tipe 2 sering dikaitkan dengan gaya hidup.

"Kami masih belum tahu dampak kumulatif pada risiko penyakit orang dewasa yang sehat yang menghabiskan waktu lebih lama dalam keadaan inflamasi pasca-makan," ujar Jenna Machioci. "Tetapi yang jelas, adalah bahwa peradangan ringan adalah pendorong terpenting penuaan yang tidak sehat."

Machioci menjelaskan bahwa mengurangi frekuensi makan melalui puasa intermiten atau makan yang dibatasi dengan waktu dapat bermanfaat terhadap kesehatan manusia. Hal ini termasuk membantu penurunan badan dan menurunkan resiko penyakit metabolik, seperti diabetes.

Ngemil tidak hanya meningkatkan kemungkinan mengalami peradangan, tetapi mengonsumsi kalori berlebihan juga menyebabkan kenaikan berat badan. Berdasarkan data yang tersedia, fakta mengenai aspek mendasar dari kebiasaan diet, jumlah makanan yang dikonsumsi setiap hari belum menjadi subjek investigasi ilmiah yang luar biasa.

"Jadi mungkin ada baiknya mengkonsolidasikan makanan Anda menjadi lebih sedikit, makanan yang lebih memuaskan," katanya. "Anda mungkin juga ingin mengurangi waktu makan Anda menjadi sepuluh jam sehari atau kurang dari itu."

(wk/nris)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait