Sepasang Pengantin Di Subang Menikah Dengan Mahar Padi, Ternyata Ini Alasannya
SerbaSerbi

Sepasang kekasih di Kabupaten Subang, Jawa Barat menikah dengan mahar yang tidak biasa, yakni padi. Ternyata, pasangan tersebut memiliki alasan filosofis di baliknya.

WowKeren - Menikah merupakan perjanjian sakral yang dilakukan oleh sepasang kekasih selama hidupnya. Di negara kita seorang mempelai pria biasannya memberikan mahar untuk mempelai wanita. Umumnya, mahar tersebut berupa emas maupun seperangkat alat salat.

Namun, ada yang berbeda dengan mahar dalam pernikahan sepasang pengantin bernama Siti Wulan Rosdiani Nurfalah dan Bambang Haryanto di Kabupaten Subang baru-baru ini. Pasalnya, sang mempelai pria mempersembahkan 99 kampil (kantung) padi untuk mempelai perempuan sebagai mahar yang diberikannya.

Ternyata, ide tersebut didapat dari Mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. Bupati yang telah menjabat selama dua periode ini memiliki alasan filosofis di balik sarannya kepada Wulan dan Bambang. "Mahar pare (padi) maksudnya supaya yang kawin beranak pinak. Kalau emas kan enggak bisa beranak cucu," kata Dedi saat ditemui seusai akad nikah keponakannya itu.

Selain mahar yang berupa padi, cendera mata yang diberikan kepada tamu undangan dalam pernikahan tersebut juga unik. Cendera mata tersebut berupa benih tanaman pertanian. Harapannya, para tamu bisa langsung bercocok tanam di rumah sepulang dari resepsi pernikahan tersebut.


Tak hanya itu, budaya sunda tradisional pun cukup kental dalam dekorasi dan makanan yang disajikan untuk para tamu. Misalnya, tempat minum untuk para tamu merupakan teh yang disajikan dalam teko dengan cangkir kaleng khas Sunda.

Para tamu undangan pun bisa makan sembari duduk di kursi ditemani dengan meja yang terbuat dari bahan bambu. Selain itu, di beberapa tempat terdapat hiasan berupa puluhan ikat padi yang digantung di atas bambu. Makanan untuk tamu undangan juga sebagian besar khas Sunda, diantaranya yakni Sorabi dan Sate Maranggi.

Menurut Dedi, kentalnya budaya sunda yang tersaji dalam pernikahan keponakannya itu merupakan sebuah perwujudan budaya asli Indonesia yang terbilang murni. Ia pun khawatir karena saat ini masyarakat Indonesia lebih mengenali budaya barat dan Arab dibandingkan budaya Indonesia sendiri.

"Hari ini kita digempur oleh budaya Arab, tapi kita juga mengadaptasi budaya barat," kata Dedi yang dilansir Kompas pada Sabtu (2/11). "Kalau ada yang bilang dirinya nasionalis, ternyata gayanya kapitalis kebarat-baratan. Saat ini yang bertarung sebenarnya adalah budaya barat melawan budaya arab.

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait