Pengamat Bongkar Sederet Kerugian Industri Penerbangan Akibat Kepulangan Habib Rizieq
Nasional

Kepulangan Habib Rizieq disambut kerumunan besar para jemaahnya yang menyebabkan sederet kerugian seperti yang dijelaskan pengamat penerbangan berikut ini.

WowKeren - Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab akhirnya kembali ke Indonesia pada Selasa (10/11) kemarin. Diketahui ini merupakan kepulangan yang sudah diumumkan sejak beberapa pekan lalu setelah Rizieq bertolak ke Arab Saudi sejak 2017 silam.

Sayangnya kepulangan ini dibarengi dengan sejumlah kerugian untuk industri penerbangan. Pasalnya dalam penjemputan Habib Rizieq kemarin sampai memicu kerumunan besar yang membuat penerbangan tertunda hingga kerusakan fasilitas umum bandara.

Tak tanggung-tanggung, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Novie Riyanto menyebut 263 penerbangan mengalami keterlambatan terbang sampai 1-4 jam. Tetapi pengamat penerbangan Gatot Raharjo menyebut ada kerugian besar yang ditimbulkan atas kejadian tersebut.

Gatot mengingatkan delay pesawat bukanlah hal yang bisa dipandang sebagai satu entitas berdiri sendiri. Keterlambatan di satu bandara bisa mengakibatkan gangguan di bandara lain.

"Misalnya pesawat dari Jakarta ke Surabaya, terus lanjut ke Bali dan seterusnya. Jadi delay-nya tidak hanya di Jakarta saja, tapi juga di kota lain," ujar Gatot, Rabu (11/11).


Ditambah dengan kebijakan maskapai yang lantas mengizinkan penumpang untuk melakukan refund atau reschedule tanpa dikenai biaya tambahan. Padahal saat ini "kantong" maskapai pun tengah kering akibat pandemi COVID-19 yang menyebabkan okupansi penerbangan masih rendah.

Maskapai juga mesti menanggung pembengkakan biaya operasional. Sebab maskapai sudah mempersiapkan penerbangan dengan baik namun akhirnya batal atau terlambat terbang yang tentu berujung pemborosan bahan bakar avtur juga.

"Kasihan maskapai. Di saat pandemi Corona sudah turun pendapatan dan harus menurunkan biaya operasional, ditambah dengan kondisi ini (kemarin) dipastikan ada tambahan biaya lagi," sesal Gatot, dilansir dari CNN Indonesia.

Namun alih-alih menyalahkan kerumunan massa, Gatot lebih menyoroti ketidaksiapan bandara dalam menangani situasi yang ada. Sebab berbeda dengan bencana yang bersifat tiba-tiba datang, seharusnya kerumunan massa bisa lebih diprediksi dan diarahkan bila bandara sudah bersiap serta berkoordinasi dengan aparat kepolisian.

"Ya, hanya bisa menelan rugi saja. Siapa yang akan memberi kompensasi? Karena itu kan massa," pungkas Gatot. "Anggap saja force majeure, walaupun sebenarnya bisa dikondisikan sebelumnya oleh petugas keamanan negara maupun bandara."

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru