Pernah Terima Nobel Perdamaian, Pimpinan Myanmar Kini Justru Bungkam Soal Pembantaian Rohingya
Dunia

Myanmar dituduh melakukan tindakan pelanggaran HAM berat terhadap kaum minoritas etnis Rohingya di Rakhine. Tindakan ini membuat Myanmar digugat ke Mahkamah Internasional oleh Gambia.

WowKeren - Kasus pelanggaran HAM yang menimpa etnis minoritas Rohingya di Myanmar tengah menjadi sorotan publik dunia. Pasalnya Gambia telah resmi menggugat Myanmar hingga ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice).

Tak pelak pimpinan Myanmar saat ini, Aung San Suu Kyi harus menghadapi sidang di ICJ. Sikap wanita karismatik itu selama menghadapi sidang pun turut menarik perhatian, yang sayangnya justru membuat publik tidak bersimpati.

Pasalnya Suu Kyi justru terkesan bungkam atas segala tuduhan pembantaian dan aksi genosida di negaranya. Ia bersikeras menyebut bahwa kejadian di negaranya bukanlah aksi genosida. Bahkan kekinian Suu Kyi meminta agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menghentikan segala penyelidikan terkait tudingan tersebut.

"Myanmar meminta pengadilan untuk menghapus kasus itu dari daftar," kata Suu Kyi di depan majelis hakim pada hari ketiga pengadilan, Kamis (12/12) waktu setempat. "Pengadilan harus menolak permintaan tindakan sementara yang diajukan oleh Gambia."

Sikapnya ini pun sukses membuat banyak pihak kecewa. Apalagi karena latar belakang sang pimpinan yang pernah meraih Nobel Perdamaian pada tahun 1991 silam.


Lebih lanjut, Suu Kyi juga menyatakan kelanjutan penyelidikan kasus ini dapat berpotensi merusak proses rekonsiliasi untuk menciptakan persatuan atas perbedaan di Myanmar.

"Mengakhiri konflik internal yang sedang terjadi merupakan hal paling penting bagi Myanmar," ujarnya, dikutip dari AFP, Jumat (13/12). "Tetapi sama pentingnya untuk menghindari pengunduran diri dari konflik bersaudara di Rakhine utara pada 2016-2017."

Menanggapinya, Hakim Ketua Abdulqawi Yusuf mengatakan panel 17 hakim akan membuat keputusan terkait kasus tersebut. Keputusannya sendiri akan disampaikan dalam waktu dekat.

Sementara itu, untuk diketahui, sebanyak 730 ribu etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh setelah militer menjalankan aksi brutalnya. Penyelidik PBB memperkirakan sebanyak sepuluh ribu korban jiwa ditimbulkan atas aksi militer ini.

Krisis ini pun dipicu oleh operasi militer pada 2017 lalu. Operasi dilakukan demi meringkus kelompok teroris yang menyerang sejumlah pos keamanan di Rakhine.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait