Perusahaan Tiongkok Dikritik Usai Jadikan Pegawai Sebagai 'Kelinci Percobaan' Vaksin Corona
AP
Dunia

Perusahaan farmasi milik pemerintah Tiongkok, China National Pharmaceutical Group (Sinopharm) yang tengah mengembangkan vaksin corona disorot karena menyuntikkan kandidat vaksin kepada pegawai sebelum mengantongi izin uji klinis.

WowKeren - Pandemi corona yang telah menjangkit hampir 14 juta orang di seluruh dunia membuat kebutuhan vaksin kini semakin besar. Peneliti dan perusahaan dari berbagai negara kini berlomba untuk mengembangkan vaksin virus corona penyebab COVID-19 itu.

Perusahaan farmasi milik pemerintah Tiongkok, China National Pharmaceutical Group (Sinopharm), juga turut mengembangkan vaksin COVID-19. Namun, belakangan perusahaan ini disorot karena menyuntikkan vaksin yang tengah dikembangkan kepada pegawai sebelum mengantongi izin untuk uji klinis.

Melansir Los Angeles Times pada Jumat (17/7), Sinopharm mengunggah foto pegawainya yang diberi keterangan "membantu pre-test vaksin". Sinopharm juga menuliskan, "Memberikan bantuan dalam menempa pedang kemenangan".

Klaim SinoPharm tentang 30 "sukarelawan khusus" yang bersedia menjadi "kelinci percobaan" bahkan sebelum perusahaan tersebut mendapatkan izin untuk studi manusia awal ini menimbulkan kekhawatiran etik di antara para pengamat Negara Barat. Unggahan Sinopharm tersebut juga mengutip "semangat pengorbanan" dari tujuh pria yang terdiri dari ilmuwan, pengusaha, dan satu pejabat Partai Komunis.


"Gagasan orang-orang mau mengobarkan diri (memang) cukup banyak diharapkan di Tiongkok," ujar pakar kesehatan global di organisasi nirlaba Council on Foreign Relations, Yanzhong Huang. Namun, ia menilai para pegawai mungkin saja merasakan tekanan untuk berpartisipasi karena pejabat perusahaan dan pemerintahan telah mengajukan diri. "Itu akan melanggar prinsip sukarela yang merupakan landasan etika kedokteran modern," kata Huang.

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan University of New Haven Amerika Serikat, Summer McGee, lantas menjelaskan tinjauan etika penelitian yang diduga dilanggar oleh Sinopharm. McGee menjelaskan bahwa persetujuan untuk seluruh peserta yang mengikuti percobaan adalah etika minimum untuk setiap penelitian.

"Tiongkok harus memastikan persidangannya sehat dan tidak mengeksploitasi siapa pun agar hasilnya valid dan diterima di seluruh dunia," tutur McGee. "Seluruh dunia bekerja dengan kecepatan sangat tinggi untuk mengembangkan vaksin, tapi bahkan dalam pandemi global, ini bukan saatnya untuk mengambil jalan pintas."

Selain itu, hal ini juga dinilai menunjukkan ketatnya persaingan antara perusahaan Tiongkok, AS, dan Inggris untuk menjadi yang pertama dalam menemukan vaksin COVID-19. Temuan vaksin COVID-19 dinilai akan menjadi sebuah prestasi di bidang ilmiah dan juga politik.

"Mendapatkan COVID-19 adalah Holy Grail baru," terang pakar hukum kesehatan masyarakat global di Universitas Georgetown, Lawrence Gostin. "Persaingan politik untuk menjadi yang pertama tidak kalah pentingnya daripada lomba untuk mencapai bulan antara Amerika Serikat dan Rusia."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru