Miris, Jumlah Buruh Anak-Anak Makin Meningkat Selama Pandemi COVID-19
UNICEF
Dunia

PBB mengatakan jutaan anak-anak di seluruh dunia rentan dipekerjakan karena banyak sekolah tutup dan orangtua mengalami kesulitan keuangan. Apalagi COVID-19 memicu krisis ekonomi di banyak negara.

WowKeren - Pandemi virus corona (COVID-19) membuat tingkat pekerja buruh usia anak-anak kian meningkat. Menurut data dari lembaga riset asal Inggris, Verisk Maplecroft, hal ini disebabkan dengan tingginya permintaan cairan pensteril tangan (hand sanitizer).

Verisk Maplecroft menyebut para pelaku usaha di tujuh negara penghasil tebu terbesar dunia kerap menggunakan tenaga anak-anak bahkan pekerja paksa. Tujuh negara itu, di antaranya Brasil, Meksiko, dan Thailand. Perlu diketahui, tebu sendiri merupakan bahan baku pembuatan etanol untuk cairan gel hand sanitizer.

"Banyak masalah struktural yang dihadapi negara penghasil tebu mulai dihiraukan akibat pandemi," kata kepala unit Maplecroft di Amerika, Jimena Blanco, sebagaimana dikutip dari Republika.

Sebenarnya PBB telah memperingatkan bahwa jutaan anak-anak di seluruh dunia rentan dipekerjakan di perkebunan karena banyak sekolah tutup dan orang tua mereka mengalami kesulitan keuangan. Apalagi pandemi COVID-19 memicu krisis ekonomi di banyak negara. Ditambah lagi dengan fakta bahwa anak-anak termasuk dalam kelompok usia yang tak rentan terinfeksi virus tersebut.


Utusan khusus PBB untuk perbudakan modern pada Rabu (16/9) mengatakan masyarakat miskin rentan jadi pekerja paksa dan perusahaan yang mengeksploitasi buruh untuk membuat obat-obatan serta alat kesehatan untuk menanggulangi COVID-19 harus bertanggung jawab.

"Kebutuhan mendesak itu melupakan dampak sosial yang muncul kemudian," kata pengamat bidang hak asasi manusia dari Verisk Maplecroft, Victoria Gama. Ia juga mendesak para pelaku usaha meningkatkan transparansi pada rantai pasokan barang dunia.

Di Meksiko, negara yang paling rentan menghadapi masalah pekerja anak, sekolah ditutup selama pandemi dan pembelajaran dipindah dari kelas ke televisi. Namun, banyak anak di kota-kota kecil tidak memiliki TV di rumah. Organisasi nirlaba, World Vision, saat ini masih berupaya memastikan anak-anak dari kelompok migran dapat bersekolah, mencegah mereka putus sekolah, serta meningkatkan pelatihan untuk guru.

Direktur proyek itu, Oscar Castillo khawatir banyak anak-anak yang akan bekerja di perkebunan jika sekolah tidak dibuka kembali pada Januari 2021. "Kita butuh pendekatan yang menyeluruh," kata Castillo.

Selain itu, adanya pandemi COVID-19 dan pemotongan anggaran dari pemerintah membuat pengawasan terhadap buruh semakin melemah. Kondisi itu dapat membuat pelanggaran terhadap hak pekerja semakin bertambah.

(wk/luth)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait