Upaya PM Yoshihide Suga Untuk Perbaiki Hubungan Jepang dan Korea Selatan
Getty Images/Bloomberg
Dunia

Perdana Menteri Jepang yang baru Yoshihide Suga berupaya untuk memperbaiki hubungan bilateral dengan Korea Selatan (Korsel) yang sempat memburuk tahun lalu.

WowKeren - Perdana Menteri Jepang yang baru Yoshihide Suga menyerukan untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Selatan (Korsel) yang sempat memburuk. Hal ini disampaikannya dalam pembicaraan dengan Presiden Korsel Moon Jae In melalui sambungan telepon.

"Kepada Presiden Moon, saya katakan kita tidak boleh meninggalkan hubungan bilateral yang sangat sulit saat ini tanpa pengawasan, yang dirugikan oleh berbagai masalah," kata Suga kepada awak media di Tokyo, Kamis (23/9).

Suga mengatakan dalam percakapan tersebut ada peluang untuk menyelesaikan perselisihan dengan Seoul, termasuk soal kompensasi atas pengalaman pahit kerja paksa oleh Jepang di masa perang. "Berdasarkan posisi Jepang yang konsisten dalam berbagai masalah, saya ingin terus mendesak Korsel untuk mengambil tindakan yang tepat," katanya.

Upaya untuk menjalin kembali hubungan diplomatik pertama kalinya terjadi sejak mantan PM Shinzo Abe dan Moon bertemu di Tiongkok pada Desember lalu. Hubungan Jepang dan Korsel telah lama terkendala, terutama terkait latar belakang sejarah penjajahan kelam terhadap Seoul hingga akhir Perang Dunia II.


Selain itu, Tokyo dan Seoul dalam beberapa tahun terakhir juga telah memberlakukan sanksi perdagangan dan terlibat bentrok karena berbagai masalah, termasuk perbudakan seks di era perang dan sistem kerja paksa. Korsel secara resmi menuntut permintaan maaf dan kompensasi dari Jepang atas kekejaman di masa perang, terutama terhadap perempuan Negeri Ginseng yang menjadi korban perbudakan atau dikenal Jugun Ianfu.

Pada 2018, Mahkamah Agung Korsel memutuskan bahwa korban kerja paksa meminta hak untuk mendapat kompensasi dari Jepang. Jepang menolak permintaan Korsel dan bahkan mengajukan persoalan tersebut ke arbitrase. Berdasarkan Konferensi Perbudakan Seksual Militer Jepang, sebagian besar perempuan yang dipekerjakan berusia di bawah 18 tahun.

Dilansir dari The New York Times, "sebagian besar sejarawan arus utama setuju bahwa Angkatan Darat Kekaisaran Jepang saat itu memperlakukan wanita sebagai rampasan pertempuran dan mempekerjakan mereka secara paksa di rumah bordil yang dikelola militer."

Kedua negara juga sempat bertikai lantaran upaya Jepang untuk menghapus sejarah kekejaman masa penjajahannya di era Perang Dunia II dalam penulisan buku pelajaran sekolah menengah pertama dan atas.

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait