Ikuti Jejak AS, Mesir Coba Pengobatan Plasma Darah untuk Lawan COVID-19
Shutterstock
Health

Metode pengobatan terapi plasma darah sebetulnya sudah digunakan pada sejumlah pasien di AS dan negara-negara lain. Namun, sejauh mana keefektifannya masih diperdebatkan oleh para ahli.

WowKeren - Seolah mengikuti jejak Amerika Serikat, kini Mesir juga ikut mencoba memerangi pandemi dengan plasma darah dari para penyintas COVID-19.

Direktur Pusat Transfusi Darah Nasional Mesir, Ihab Serageldin yakin plasma darah dari orang yang sembuh adalah pengobatan yang menjanjikan. Langkah ini diambil sambil terus mengembangkan, memproduksi secara massal, dan mendistribusikan vaksin yang efektif.

Sejak April ia telah mempelopori kampanye Mesir yang mendesak lebih dari 79 ribu pasien yang diketahui pulih untuk menyumbangkan plasma mereka. "Coronavirus adalah salah satu virus yang tidak memiliki pedoman. Kami sedang memerangi musuh yang tidak dikenal, jadi segala bentuk pengobatan yang menawarkan secercah harapan, perlu kami pertahankan," katanya.

Uji coba plasma klinis yang baru lahir untuk melawan pandemi COVID-19 juga telah diluncurkan di Bolivia, Inggris, Kolombia, India, Meksiko, Pakistan, dan Korea Selatan.

Namun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa pihaknya bersikap sangat berhati-hati dalam mendukung penggunaan plasma penyintas COVID-19 untuk mengobati pasien virus corona. Peringatan dari WHO ini muncul setelah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA), Dr. Stephen Hahn, menyatakan menyetujui penggunaan plasma darah untuk pasien virus corona pada bulan Juli lalu.


WHO mengatakan, bukti bahwa plasma mampu menyembuhkan COVID-19 masih sangat rendah, bahkan disaat Amerika Serikat mengeluarkan otorisasi darurat untuk terapi tersebut. "Ada sejumlah uji klinis yang dilakukan di seluruh dunia yang mengamati dampak penggunaan plasma pasien yang sembuh dibandingkan dengan perawatan standar," kata Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan WHO.

"Hanya sedikit dari mereka yang benar-benar melaporkan hasil sementara. Dan saat ini, kualitas bukti masih sangat rendah," lanjut Swaminathan dalam konferensi pers.

Sebelumnya, Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan (FDA) Amerika Serikat mengatakan bahwa pihaknya mengizinkan penggunaan plasma darah dari penyintas COVID-19 sebagai pengobatan. Hal itu disampaikan sehari setelah Presiden AS Donald Trump menyalahkan FDA karena menghalangi peluncuran vaksin dan obat COVID-19 demi alasan politik. Kendati demikian, FDA membantah mendapat tekanan dari Donald Trump.

FDA menganjurkan para penyintas COVID-19 untuk mendonorkan darah mereka dengan harapan protein yang membentuk sistem kekebalan tubuh mereka dalam memerangi infeksi bisa membantu pasien lain. Menurut Hahn, sampai saat ini ada lebih dari 90 ribu penduduk AS yang bersedia mengikuti program donor, dan ada 70 ribu pasien virus corona yang mau mencoba terapi plasma.

Terapi plasma darah diyakini dapat mendorong pasien untuk melawan COVID-19 lebih cepat dengan bantuan antibodi penyintas. "Produk ini mungkin akan efektif dalam melawan COVID-19 dan yang paling terkenal dan keuntungan potensial dari produk itu lebih besar dibandingkan risiko yang diketahui," demikian pernyataan resmi FDA.

Metode pengobatan terapi plasma darah ini sebetulnya sudah digunakan pada sejumlah pasien di AS dan negara-negara lain. Namun, sejauh mana keefektifannya masih diperdebatkan oleh para ahli. Dan, beberapa ahli di antaranya telah memperingatkan bahwa hal itu dapat membawa efek samping.

(wk/luth)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait