Aksi Pencabulan Calon Pendeta di Alor NTT Dikecam KemenPPPA, 11 Orang Jadi Korban
Rawpixel
Nasional

Seorang Calon Pendeta di Alor, NTT terlibat dugaan kekerasan seksual terhadap anak-anak di bawah umur. Mirisnya, para korban merupakan anak-anak yang mengikuti sekolah minggu di gereja setempat.

WowKeren - Calon Pendeta atau Vikaris di Kabupaten Alor NTT (Nusa Tenggara Timur), Sepriyanto Ayun Sbae (36) terlibat kasus kekerasan seksual dan dugaan pemerkosaan kepada anak-anak di bawah umur yang melaksanakan sekolah minggu di gereja setempat. KemenPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) pun turut mengecam tindakan asusila yang dilakukan seorang tokoh agama tersebut.

“KemenPPPA mengecam tindakan terduga pelaku (35) yang melakukan dugaan pemerkosaan kepada anak-anak di Alor, Nusa Tenggara Timur. Tokoh agama seharusnya mampu memberikan contoh yang baik kepada jamaahnya, khususnya kepada anak-anak. Karena kekerasan seksual yang dilakukan mampu menyebabkan trauma pada anak-anak dan berpengaruh terhadap masa depan mereka,” tegas Nahar selaku Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, mengutip dari laman Kemenpppa.go.id.

Sebelumnya korban tindakan cabul Calon Pendeta tersebut dilaporkan ada 6 orang. Namun setelah tim psikologi dari Rumah Harapan GMIT dan pihak gereja Klasis Alor Timur melakukan asesmen, korban dugaan kasus kekerasan seksual itu bertambah menjadi 11 orang.

"Dari pendampingan dan asesmen dari gereja dan dari Rumah Harapan GMIT dengan tim psikolognya sejak pertemuan pertama tanggal 1 (September) sebanyak 11 orang (korban)," ungkap Pendeta Yosua Penpada selaku Ketua Majelis Klasis GMIT Alor Timur Laut, Jumat (9/9) malam, melansir CNNIndonesia.com.


Namun memang baru 6 orang korban yang melaporkan kasus tindak kekerasan seksual yang dilakukan Calon Pendeta itu ke pihak kepolisian. Sementara per 1 September 2022, 11 orang korban telah mendapatkan pendampingan.

Lima orang korban yang lain hingga kini masih belum mau melapor ke polisi karena tak berani dan malu atas peristiwa kekerasan seksual yang mereka alami. Namun, Yosua menegaskan bahwa para pendeta dan pihak gereja terus melakukan pendampingan agar para korban mau serta berani melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian.

"Kami terus mendorong agar para korban dan keluarganya bisa memiliki keberanian untuk melapor (ke polisi)," terang Yosua.

Selanjutnya, Yosua mengungkap bahwa para korban merupakan pelajar SMP dan SMA. Kondisi para korban saat ini semakin membaik meski masih ada rasa trauma dan malu. Namun, Yosua mengaku mendapat keluhan dari orangtua korban yang merasa bahwa banyaknya empati publik atas kasus ini malah membuat anak-anak tersebut tak nyaman.

"Dan ada juga keluhan orang tua karena banyaknya (orang) yang merasa berempati tapi dengan cara yang keliru sehingga anak-anak merasa menjadi tontonan," pungkasnya.

(wk/amel)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait