Pantang Menyerah, KPK Surati DPR Agar Bisa Bahas Revisi Undang-Undang
Nasional

Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menyerah melawan serangan yang akan melemahkan lembaga ini melalui revisi UU KPK. Pihak KPK kemudian mengirim surat kepada DPR agar diikutkan dalam membahas revisi UU KPK di rapat paripurna nanti.

WowKeren - Harapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membatalkan revisi UU KPK yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah itu seakan sirna usai pemerintah menyetujui adanya revisi tersebut. Persetujuan pemerintah untuk membahas revisi UU KPK itu dikeluarkan melalui Surat Presiden (Surpres) pada Rabu (11/9) lalu.

Tak mau menyerah, KPK berencana untuk mengirimkan surat kepada DPR RI terkait pembahasan usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK (UU KPK). Dengan adanya surat tersebut, diharapkan KPK masih memiliki kesempatan untuk ikut dalam pembahasan revisi UU KPK di sidang paripurna nanti.

"Hari ini, pimpinan juga akan mengirimkan surat kepada DPR sebagai terakhir yang membahas (revisi UU KPK) ini, nanti segera kami kirim," tutur Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK pada Senin (16/9). "Mudah-mudah kita masih mempunyai kesempatan untuk ikut bicara untuk menentukan UU tadi."

Sementara itu, Agus mengatakan bahwa KPK sampai hari ini belum mendapatkan draf resmi revisi UU KPK tersebut. Ia kemudian berencana akan meminta draf revisi kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly.


"Kami sudah meminta kepada Menkumham untuk versi resmi untuk draf RUU KPK baik draf revisi maupun DIM (Daftar Inventaris Masalah)-nya," kata Agus. "Sampai hari ini belum kami dapatkan."

Di sisi lain, DPR dan pemerintah berencana untuk mempercepat pembahasan revisi UU KPK Nomor 30/2002 agar dapat selesai pada 23 September mendatang. Akan tetapi, Badan Legislatif (Baleg) DPR menegaskan bahwa pembahasan RUU KPK tersebut tidak memerlukan masukan masyarakat maupun KPK. Badan Legislasi (Baleg) DPR sendiri sudah melakukan rapat dengan Menkumham pada Kamis (12/9) malam.

Di sisi lain, desakan masyarakat agar Presiden Joko Widodo menarik surat presiden (surpres) terkait revisi UU KPK terus meningkat. Desakan pertama kali datang dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).

PSHK menilai revisi UU KPK bermasalah sejak awal. Hal ini karena KPK yang tidak dilibatkan dalam proses pembentukan RUU KPK tersebut jelas melanggar Undang-Undang 12/2011 dan Tata Tertib DPR. Hal ini karena proses revisi tersebut tidak melalui tahapan perencanaan, penyiapan draf RUU dan naskah akademik dilakukan tertutup tanpa pelibatan publik secara luas. Hal tersebut dinilai merupakan suatu kejanggalan dalam poses administrasi pembentukan RUU KPK.

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait