KPK Tetapkan Wali Kota Medan Jadi Tersangka Atas Kasus Suap
Facebook
Nasional

Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sebagai tersangka pada Rabu (16/10) atas kasus suap yang melibatkannya dengan Kepala Dinas PUPR Kota Medan.

WowKeren - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menangkap Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukannya pada Rabu (16/10) kemarin. Ia ditangkap bersama enam orang lainnya untuk diperiksa KPK.

Setelah menjalani pemeriksaan, Dzulmi Eldin resmi ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka bersama dua orang lainnya. Keduanya merupakan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fotri Siregar dan Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyai. Dzulmi diduga menerima suap secara bertahap dalam jumlah yang bervariasi dari Isa.

"Pada tanggal 6 Februari 2019, DE (Dzulmi) sebagai atasan langsung mengangkat IAN (Isa) sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota Medan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers pada Rabu (16/10). "Setelah pelantikan IAN, DE diduga menerima sejumlah pemberian uang dari IAN."

Isa diduga memberikan uang sejumlah Rp 20 juta setiap bulan pada periode Maret hingga Juni 2019 ke Dzulmi. Pada 18 September lalu, Isa diduga kembali memberikan uang senilai Rp 50 juta ke Dzulmi.


Akan tetapi, Dzulmi kemudian meminta kembali uang kepada Isa untuk menutupi biaya saat ini melakukan perjalanan dinas ke Jepang. Pasalnya, biaya perjalanan tersebut membengkak karena keluarga Dzulmi yang tidak berkepentingan pun turut ikut ke Jepang dan bahkan memperpanjang waktu tinggal mereka di sana.

"Pada bulan Juli 2019, DE melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan," ucap Saut. "Perjalanan dinas ini dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang."

Dzulmi kemudian memerintahkan Syamsul mencari dana demi menutupi ekses dana nonbudget perjalanan ke Jepang itu dengan nilai sekitar Rp 800 juta.

"Kadis PUPR (Isa) mengirim Rp 200 juta ke Wali Kota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi," jelas KPK. "Pada tanggal 10 Oktober 2019, SFI (Syamsul) menghubungi APP (Aidiel Putra Pratama) Ajudan DE dan menyampaikan adanya keperluan dana sekitar Rp 800-900 juta untuk menutupi pengeluaran di Jepang."

Atas perbuatannya, Dzulmi dan Syamsul disangka melanggar Pasal 12 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara, Isa diperkirakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(wk/wahy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait