Banjir Parah di Awal Tahun, Ramalan Jakarta Tenggelam Kembali Disorot
Nasional

Pendiri sekaligus Ketua Indonesia Water Institute (IWI) Firdaus Ali menilai bahwa Jakarta bisa saja tenggelam di masa depan. Firdaus lantas memaparkan sejumlah alasannya.

WowKeren - Sejumlah wilayah di Jakarta dan sekitarnya diketahui sempat terendam banjir akibat hujan deras yang mengguyur sejak malam pergantian tahun baru 2020 kemarin. Total ada 130 titik yang terendam banjir di Jabodetabek.

Banjir kali ini bahkan disebut-sebut sebagai salah satu musibah banjir terparah yang dialami wilayah Jabodetabek. Di tengah hebohnya fenomena banjir ini, ramalan yang menyebut bahwa Jakarta akan tenggelam pun kembali mencuat.

Sebelumnya, laporan berjudul "New Elevation Data Triple Estimates of Global Vulnerability to Sea-Level Rise and Coastal Flooding" dalam jurnal Nature Communications yang rilis pada 29 Oktober 2019 memprediksi bahwa Jakarta akan tenggelam pada 2050. Prediksi laporan tersebut lantas tak dipungkiri oleh pendiri sekaligus Ketua Indonesia Water Institute (IWI) Firdaus Ali.

"Memang ada ancaman permukaan tanah kita (Jakarta dan sekitarnya) akan lebih rendah dari permukaan laut," terang Firdaus dilansir detikcom pada Senin (6/1). "Nanti kita akan diancam oleh rob yang permanen (tenggelam)."

Menurut Firdaus, alasan utama yang memungkinkan hal tersebut terjadi adalah makin berkurangnya resapan air hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Daerah resapan air bisa berkurang apabila wilayah hutan diubah menjadi kawasan industri atau pemukiman.


"Luasnya DKI Jakarta itu ada 662 kilometer persegi (km²), luas daerah aliran sungai dari 13 sungai itu mendekati 2000 km², jadi 3 kali lipat daripada luasnya Jakarta," jelas Firdaus. "Jika di hulu das (daerah aliran sungai) tadi terjadi perubahan fungsi lahan, yakni dulu hutan lalu kemudian berubah menjadi kawasan industri, menjadi pemukiman, lalu menjadi daerah komersial artinya daerah resapan air hujan akan hilang atau berkurang."

Dengan berkurang atau hilangnya daerah resapan air, maka air yang turun ke bumi terpaksa mencari daerah yang lebih rendah dan dapat dialiri hingga mencapai hilir. Apabila hujan turun dengan intensitas tinggi, maka air tidak akan bisa tertampung dalam saluran yang ada.

"Yang terjadi di Jakarta, 13 das nya dikonversi guna lahan dengan sangat masif sekali dalam 50 tahun terakhir. Sehingga akan semakin banyak air limpasan dari 13 das itu masuk ke kawasan Ibu Kota," lanjut Firdaus. "Ini kita bicara dalam keadaan hujan normal saja, belum hujan dalam keadaan ekstrim,otomatis apa yang terjadi, saluran atau kali yang ada tidak akan mampu menampung limpasan ini, karena jumlahnya masif kan."

Selain itu, pertumbuhan populasi juga cukup berpengaruh. Pasalnya, semakin bertambahnya populasi maka kebutuhan air semakin meningkat. Apartemen, hotel, hingga mal lantas mengambil air tanah dalam jumlah berlebihan namun tidak diisi kembali sebagaimana seharusnya.

"Ini yang memicu terjadi nya penurunan muka tanah di DKI Jakarta dengan kecepatan yang tinggi sekali," ujar Firdaus. "Rata-rata laju turun muka tanah kita sekarang ya 10 cm - 11 cm per tahun."

Di waktu yang bersamaan, tutur Firdaus, permukaan air laut terus mengalami peningkatan. "Di laut itu terjadi kenaikan permukaan air laut dampak dari pemanasan global. Artinya ada ancaman permukaan tanah kita akan lebih rendah dari permukaan laut, itu yang bisa membuat Jakarta tenggelam," pungkas Firdaus.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait