KPAI Belum Temukan Motif Bullying Pada Siswi SMP Jaktim yang Bunuh Diri
Nasional

KPAI turut menyelidiki kasus bunuh diri yang dilakukan oleh siswi SMPN 147 Jakarta Timur yang diduga karena bullying. Dari hasil penelusuran, KPAI belum menemukan motif perundungan yang dilakukan.

WowKeren - Tragedi meninggalnya seorang siswi SMP Negeri 147 Ciracas Jakarta Timur rupanya menyita perhatian publik. Siswi tersebut diduga nekat mengakhiri hidupnya dengan terjun dari lantai 4 gedung sekolahnya akibat di-bully.

Insiden tersebut diketahui terjadi pada Selasa (14/1), di mana siswi berusia 14 tahun tersebut juga sempat dirawat selama 2 hari di rumah sakit Polri Kramat Jati, Jaktim, hingga akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada Kamis (16/1) sore.

Adanya insiden ini membuat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun menyelidiki alasan dibalik aksi perundungan (bullying) hingga membuat siswi tersebut mengakhiri hidupnya. Pada Senin (20/1), KPAI telah menemui pihak sekolah bersama sejumlah dinas dan pemangku kepentingan, dari situ mereka mendapat sejumlah informasi.

"Lebih ke alasan kondisi keluarga," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti dilansir CNNIndonesia, Selasa (21/1). Pasalnya, siswa berinisial SN ini seperti siswi kebanyakan yang mempunyai teman dan kelompok bermain.


Artinya, Retno menyebut sosok SN bukan siswi yang kerap menyendiri, objek perundungan, atau siswa yang dikenal anti-sosial. Sebelum meningga, SN kerap mengunggah kerinduan dan merasa kehilangan atas sosok ibunya yang meninggal dunia belum lama ini di media sosial. Sebelum sang ibu meninggal dunia, kedua orang tua SN telah bercerai.

"Kemungkinan alasan kehilangan seperti itu yang menjadi latar belakangnya, tapi KPAI tetap menghormati penyidikan polisi yang lebih berwenang," ujar Retno.

Terlepas dari kasus tersebut, KPAI menyebut sekolah masih belum mampu membuka ruang atau memancing peserta didik berani berbicara mengenai persoalan yang dihadapi, baik terkait perundungan ataupun masalah keluarga. "Sistem pengaduan di sekolah yang tak banyak dijalankan," ungkap Retno.

Belum lagi, biasanya pihak sekolah kerap menyederhanakan masalah yang dihadapi anak jika mendapat perundungan. Menurut Retno, sekolah kerap gagal memberikan solusi terbaik untuk anak.

"Banyak kita temukan pihak sekolah justru mengatakan ke anak yang mendapat kekerasan, 'sudah ga usah dipikirin', 'sudah jauhi saja orangnya', dan 'sudah, sabar saja'," tegasnya. "Hal ini justru berbahaya jika dibiarkan."

(wk/nidy)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait