Tragedi Eksploitasi ABK WNI, Ini Kata LIPI Soal Korban Hanya Minum Air Laut Selama Bekerja
Nasional

Heboh dugaan eksploitasi yang diterima oleh ABK asal Indonesia di kapal milik Tiongkok, LIPI ikut angkat berbicara mengenai nasib mereka yang hanya minum air laut saat bekerja.

WowKeren - Beredarnya video yang memperlihatkan bagaimana jenazah anak buah kapal (ABK) asal Indonesia dilempar ke laut oleh kapal ikan milik Tiongkok sangat menghebohkan publik. Dibalik video itu, terungkap tragedi yang mengejutkan terkait dugaan eksploitasi terhadap ABK WNI selama bekerja di kapal tersebut.

Para ABK WNI yang berjumlah 18 orang tersebut diduga mengalami eksploitasi dan penyiksaan saat berlayar menangkap ikan. Dalam pengakuan, mereka mengeluh tak mendapat air minum layak serta jam kerja 18-20 jam sehari hingga minim istirahat. Setiap harinya mereka juga hanya diberi minum dari air laut yang telah melalui proses penyaringan.

Pengakuan ABK WNI yang harus mengkonsumsi air laut hasil filtrasi (penyaringan) pun mendapatkan sorotan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Peneliti Bidang Kimia LIPI Joddy Arya Laksmono mengatakan jika air laut memang telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air tawar atau air minum seiring dengan perkembangan teknologi.

Menurut Joddy, hal tersebut biasa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air bersih khususnya di daerah Timur Tengah ataupun di kapal laut. Teknologi penyaringan yang biasa digunakan adalah Reverse Osmosis (RO).

”Dengan ketersediannya sebesar 70 persen di Bumi, maka air laut menjadi sumber bahan baku yang sangat potensial untuk dapat diolah menjadi air layak pakai," kata Joddy seperti dilansir dari CNNIndonesia, Sabtu (9/5). “Beberapa teknologi telah dikembangkan untuk memperoleh air layak pakai.”

”Bahkan standar air minum seperti desalinasi, Reverse Osmosis (RO), elektrodialisis dan lain sebagainya,” sambungnya. “Saat ini, teknologi yang banyak digunakan adalah RO walaupun masih memiliki kelemahan mengenai jumlah air bersih yang dihasilkan konversinya masih kecil.”


Namun proses penyaringan air laut menjadi air tawar pun tidak boleh semabarangan lantaran harus memenuhi kriteria-kriteria yang ditentukan. Sebagai contoh di Indonesia dimana kriteria air bersih dan air minum telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Kemudian ada Standar Nasional Indonesia (SNI) 3553:2015. Lalu untuk peraturan standar internasional juga dikeluarkan oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat terkait bahan makanan termasuk di dalamnya minuman yang layak dikonsumsi oleh manusia.

”Ketiga peraturan tersebut menjadi acuan bagi seluruh manusia,” terang Joddy. “Termasuk tenaga kerja yang mana sesuai dengan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2013 terutama pasal 86 dan 87, yang menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja memiliki hak untuk mendapatkan kesehatan dan keselamatan kerja.”

Sementara untuk kasus ABK WNI tersebut, Joddy menekankan jika standar kesehatan dan keselamatan mereka dalam mendapatkan akses air bersih atau air minum selama bekerja perlu dipantau. Caranya adalah dengan melakukan evaluasi dan monitoring dengan terjun secara langsung ke lapangan.

”Yang kedua adalah perlu dilakukannya crosscheck di lapangan apakah terjadi pelanggaran terhadap sistem ketenagakerjaan pada kapal tersebut,” ujar Joddy. ”Tentunya sesuai dengan pedoman UU Ketenagakerjaan dan konvensi ILO (International Labor Organization).”

”Kedua hal tersebut menjadi sangat penting untuk mengetahui kondisi riil para ABK Indonesia yang bekerja pada kapal tersebut,” sambungnya. “Di sini lah negara perlu hadir untuk melindungi warga negara dan bangsanya sendiri.”

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait