Pastikan Kartu Pra Kerja Tepat Sasaran, Pemerintah Bakal Pidanakan Peserta yang Palsukan Identitas
Nasional

Adapun modus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh peserta Kartu pra Kerja misalnya mencuri data KTP maupun memberikan keterangan data yang tidak sesuai atau palsu.

WowKeren - Pemerintah berupaya agar Program kartu Pra Kerja bisa berjalan tepat sasaran. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menindak tegas peserta yang melakukan pelanggaran.

Misalnya pelaku yang nekat memalsukan identitas mereka untuk mendaftarkan diri. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian M Rudy Salahuddin menuturkan jika hal-hal semacam ini bisa menyebabkan program tidak tepat sasaran.

"Kita akan tuntut pidana bagi peserta yang terbukti memalsukan identitas," kata Rudy dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (22/6). "Dan menyebabkan bantuan tidak tepat sasaran."

Untuk mengusut hal-hal serupa, pemerintah akan bekerja sama dengan penegak hukum. Adapun modus pelanggaran hukum yang dilakukan misalnya mencuri data KTP maupun memberikan keterangan data yang tidak sesuai atau palsu.


"Pelanggaran hukum yang dilakukan termasuk penipuan, seperti mencuri data KTP, itu jelas melanggar UU KUHP atau UU ITE," jelas Rudy. "Dan ada beberapa pelanggaran lainnya, seperti memberikan data palsu, disclaimer di pendaftaran pra kerja maupun delik sumpah palsu."

Agar masyarakat tidak main-main dengan Kartu Pra Kerja ini, maka pemerintah akan melakukan revisi pada Peraturan Presiden (Perpres) No 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Pra Kerja. "Kita tegaskan ke Perpres agar masyarakat tidak main-main dengan Kartu Pra Kerja," ujar Rudy.

Sementara itu sebelumnya, kartu Pra Kerja sempat mendapat sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam Kajian yang dilakukan oleh KPK belum lama ini, lembaga anti rasuah menemukan permasalahan dalam kemitraan kartu Pra Kerja dengan platform digital startup.

"Terdapat konflik kepentingan pada 5 dari 8 platform digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta Selatan, Kamis (18/6). "Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan (LPP) yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital."

(wk/zodi)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait