Sengkarut Penanganan Corona, DPR Sebut Ada RS Sengaja Rekayasa Data Pasien Demi Insentif
Getty Images
Nasional

Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah, mengaku menemukan sejumlah kisah RS 'nakal' yang sengaja merekayasa hasil pemeriksaan pasien menjadi positif COVID-19 demi mendapatkan insentif dari pemerintah.

WowKeren - DPR RI melaporkan sejumlah karut marut yang terjadi di lapangan dalam mengatasi wabah virus Corona. Termasuk yang dilaporkannya terkait adanya dugaan rekayasa petugas medis atas hasil pemeriksaan pasien demi mendapatkan insentif.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah dalam rapat kerjanya bersama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pada Rabu (15/7) kemarin. Menurut Said ada banyak rumah sakit "nakal" di sejumlah daerah yang sengaja membuat pasien dinyatakan positif COVID-19 demi mendapatkan anggaran penanganan dari pemerintah.

"Ada kenakalan juga di rumah sakit, tidak COVID-19 tetapi dinyatakan COVID-19," ujar Said di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. "Keluarga enggak terima, dua minggu mau masuk pengadilan, akhirnya rumah sakit nyerah, oh iya bukan COVID-19."

Lebih lanjut, menurutnya, usai dilakukan penyelidikan akhirnya ketahuan bahwa rumah sakitnya secara sengaja menyatakan sang pasien positif COVID-19 demi mendapatkan insentif dari pemerintah. Sebab nilai insentif yang didapat dalam kasus Corona begitu besar.


"Telisik punya telisik, kalau dinyatakan mati COVID-19 lebih besar. Ada yang sebut kalau orang kena COVID-19 masuk rumah sakit sampai meninggal anggaran Rp 90 juta atau Rp 45 juta," terang Said, seperti dilansir dari Kumparan, Kamis (16/7). "Memang ini ujian betul, di Pasuruan, Jambi, Ciamis ini kan viral di mana-mana."

Oleh karenanya, Said berharap agar Terawan berkenan turun ke lapangan dan melihat langsung seperti apa kondisinya. Bahkan ia berharap mantan Kepala RSPAD Gatot Soebroto itu untuk memberikan sanksi bagi rumah sakit yang melakukan tindakan tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Said juga meminta supaya Kementerian Kesehatan bisa menyerap lebih banyak anggaran. Sebab, seperti yang sebelumnya sempat "disentil" pula oleh Presiden Joko Widodo, pemerintah menganggarkan sampai Rp 87,55 triliun untuk urusan kesehatan, tetapi baru diserap sebesar 5,12 persen atau sekitar Rp 4,48 triliun.

"Pertama penanganan COVID-19, dan ramainya serapan anggaran yang rendah. Pada saat yang sama muncul dari Komisi IX karena lemahnya koordinasi antara Gugus Tugas dan Kemenkes," pungkas Said.

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru