Kota Surabaya Terus Berstatus Zona Merah-Oranye, Pakar Sarankan Ini
Nasional

Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga Surabaya, dr Windhu Purnomo, lantas merekomendasikan dua hal yang daapat menjadi kunci untuk mengendalikan virus corona.

WowKeren - Kota Surabaya, Jawa Timur, kembali berstatus zona merah dalam peta risiko yang diunggah Satuan Tugas Penanganan COVID- 19 per 23 Agustus 2020. Beberapa waktu belakangan, status Kota Surabaya berubah-ubah dari zona merah menjadi zona oranye dan kembali merah lagi.

Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga Surabaya, dr Windhu Purnomo, lantas merekomendasikan sejumlah langkah pengendalian virus corona. "Kata kuncinya ada dua, kalau kita mau keluar dari pandemi," tutur Windhu dilansir detikcom pada Sabtu (29/8).

Yang pertama, pandemi dapat dihentikan dengan meminimalisir pertemuan antar manusia hingga menjaga jarak aman 1,5 meter. Pasalnya, penularan COVID-19 terjadi akibat adanya kontak antar manusia.

"Penularan virus ini kan karena adanya pertemuan antara manusia, antar dua orang atau lebih, dengan jarak yang dekat, tidak aman, kurang dari satu setengah meter tanpa APD atau alat pelindung diri seperti masker," jelas Windhu. "Itu prinsipnya."

Kemudian yang kedua adalah masyarakat harus terus mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penularan COVID-19. Kedua hal ini disebut Windhu bisa menjadi kunci untuk menghentikan penularan COVID-19.


"Kedua, kedisiplinan di dalam mematuhi protokol kesehatan. Nah kata kuncinya ada dua itu. Jadi kebijakan apapun harus menyangkut dua kata kunci ini. Jadi tidak berubah-ubah prinsipnya cuma dua ini saja," terang Windhu. "Pertama membatasi pergerakan antardua manusia entah itu di dalam wilayah maupun antarwilayah. Kedua, mendisiplinkan warga untuk mematuhi protokol kesehatan."

Lebih lanjut, Windhu menyatakan bahwa dua hal tersebut memerlukan peran dari pemerintah. Pasalnya, pemerintah yang bisa membatasi pergerakan masyarakat hingga mendisiplinkan warga.

"Kalau itu dilanggar atau tidak dilakukan ini kan peran pemerintah, warga itu kan ada yang patuh ada yang tidak patuh. Kalau kita menunggu orang lain sadar ya bisa bertahun-tahun karena kesadaran itu tidak tumbuh dalam waktu yang singkat," kata Windhu. "Padahal kita berlomba dengan virus, jadi harus cepat, lewat apa? Reward and punishment, ada aturannya, ada regulasinya dan dijalankan."

Selain itu, Windhu juga menyebut bahwa pemerintah tak boleh membuat kebijakan yang berkontradiksi dengan kedua hal tadi. Misalnya saja dengan membuat pagelaran yang menimbulkan masyarakat.

"Kedua, pemerintah tidak boleh membuat kebijakan apapun atau melakukan sebuah kegiatan apapun yang kontradiktif dengan prinsip pemutusan penularan COVID-19. Jadi misalnya pemerintah tiba-tiba membuat pentas seni itu kan kontradiktif dengan hal ini karena potensinya kan jangan sampai ada pertemuan dan kerumunan orang kok malah bikin itu," pungkas Windhu. "Intinya itu saja yang dipegang, sudah, ndak ada kata kunci lain. Karena cuma dua prinsipnya, satu membatasi pergerakan di dalam wilayah dan antarwilayah dan disiplinkan warga untuk patuh pada protokol kesehatan."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru