Tingginya risiko ini disebabkan karena profesi dokter gigi yang berkutat langsung pada kondisi mulut dan gigi pasien tanpa memakai masker untuk proses tindakan maupun pemeriksaan
- Zodiak Yanuarita
- Selasa, 22 September 2020 - 15:27 WIB
WowKeren - Profesi dokter gigi menjadi salah satu profesi yang rentan tertular COVID-19. Hingga kini, sudah ada 115 dokter gigi di Indonesia yang terpapar COVID-19.
Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), drg Sri Hananto Seno mengungkapkan jika para dokter gigi itu tak hanya berasal dari rumah sakit. Namun, ada juga yang berasal dari Puskesmas maupun dinas kesehatan.
"Saat ini masih ada 115 (dokter gigi) yang menderita COVID-19," kata Sri dalam diskusi dengan Badan Nasional Penanggulangan bencana (BNPB), Selasa (22/9). "Yaitu pada umumnya dari Puskesmas, RS, juga dari dinas-dinas kesehatan yang di (bagian) manajemen pun juga terkena."
Tingginya risiko ini disebabkan karena profesi dokter gigi yang berkutat langsung pada kondisi mulut dan gigi pasien. Terlebih lagi pasien tidak memakai masker untuk proses tindakan maupun pemeriksaan.
"Profesi dokter gigi adalah suatu profesi yang tertinggi, karena segala sesuatunya mungkin," ujar Sri menjelaskan. "Pasien atau masyarakat yang datang ke dokter gigi pasti buka masker, tidak pernah menutup masker. Sehingga memiliki risiko tinggi untuk perawatan di bidang mulut."
Sebelumnya, Satgas COVID-19 mengatakan jika pihaknya menyediakan tes PCR gratis bagi seluruh tenaga kesehatan. Sri pun menyambut baik keputusan ini. Ia menyebut saat ini ada sekitar 38.000 dokter gigi di Indonesia, yang mana 34 ribu di antaranya berpraktik di tengah pandemi.
Melalui tes PCR, perlindungan lebih awal bisa diberikan. "Kalau kita sejak awal deteksi dini dengan PCR ini tentunya kita semua mendapat perlindungan awal. Ini program yang baik untuk dilanjutkan," tuturnya.
Ia amat mendukung program tes swab gratis tersebut. Jika memungkinkan tak hanya di wilayah Jabodetabek namun juga daerah-daerah lain yang memiliki tingkat penularan COVID-19 tinggi.
"Tidak hanya di Jabodetabek tapi juga di wilayah-wilayah zona merah misalnya di Jawa Timur, Jawa Tengah, kemudian Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Bali, DIY lain-lain," lanjut Sri. "Saya yakin program ini tidak berhenti di Jabodetabek saja."
(wk/zodi)