Kemenkes Buka Opsi Standarisasi Kecepatan Hasil Tes Swab PCR di Indonesia
Nasional

Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning sempat mengungkapkan ada pihak rumah sakit yang sengaja menjadi tes swab sebagai bisnis.

WowKeren - Hasil tes swab PCR keluar dalam waktu yang berbeda-beda dari pelbagai laboratorium Rumah Sakit (RS) di Indonesia. Ada yang hasilnya keluar dalam sehari, dan ada pula yang baru keluar setelah tiga hari.

Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian Kesehatan berencana menetapkan standarisasi kecepatan hasil tes swab untuk mendeteksi virus corona (COVID-19). Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI pada Kamis (14/1).

"PCR test ada keluhan mengenai kecepatannya, kalau harganya sebenarnya sudah tidak terlalu mahal, tapi kecepatannya ini yang menjadi issue," terang Budi. "Nah, kami sedang membicarakan di dalam (Kemenkes) bagaimana kita bisa melakukan standarisasi."

Menurut Budi, mekanisme yang akan dilakukan adalah dengan mengumpulkan laporan yang diterima pasien dari pihak rumah sakit. Laporan tersebut akan menunjukkan berapa lama selisih hasil tes swab yang keluar dari laboratorium dengan yang diberikan kepada pasien.


Dengan demikian, tutur Budi, jika RS cenderung memberi laporan hasil tes swab tak sesuai dengan waktu berdasarkan hasil laboratorium, maka Kemenkes tak segan meneliti dan menegur pihak RS. "Kami akan ukur misalnya ada laboratorium terlalu lama memberikan laporan, itu nanti akan kita teliti kenapa itu terjadi. Apakah itu karena sengaja dilakukan untuk meninggikan harganya," terang mantan Wakil Menteri BUMN tersebut.

Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning sempat mengungkapkan ada pihak rumah sakit yang sengaja menjadi tes swab sebagai bisnis. Ia mencontohkan ada salah satu rumah sakit swasta di Jakarta Pusat mematok tarif tes swab sebesar Rp 3,5 juta dengan hasil keluar dalam 3 hari.

Sedangkan untuk hasil tes swab dalam satu hari, harganya naik hampir 2 kali lipat yakni Rp 6,5 juta. "Ini patokannya memang lama pemeriksaan atau memang karena duitnya," kata Ribka dalam Rapat Komisi IX pada Selasa (12/1).

Oleh sebab itu, Ribka berpesan kepada Budi agar fasilitasi pelayanan kesehatan, terutama yang berkaitan dengan COVID-19, tidak dijadikan ajang bisnis. "Saya cuma ingatkan kepada Menteri negara tidak boleh bisnis dengan rakyat, tidak boleh. Mau alasan apa saja tidak boleh, saya nanti yang paling kencang permasalahkan itu," tegas Ribka.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru