FPI Ingin Laporkan Bentrok Laskar-Polisi ke Internasional, Komnas HAM Yakin Bakal Ditolak Karena Ini
Nasional

FPI mengungkap keinginan membawa kasus penembakan 6 laskar ini ke Mahkamah Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda. Namun Komnas HAM yakin akan ditolak gara-gara ini.

WowKeren - FPI diketahui berencana membawa kasus penembakan keenam laskarnya ke Mahkamah Internasional (International Criminal Court) di Den Haag, Belanda. Namun Komnas HAM sendiri rupanya meyakini rencana FPI ini akan menemui jalan buntu.

Hal ini seperti disampaikan oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik. Ia menilai peristiwa pembunuhan 6 laskar FPI itu tidak akan diterima oleh ICC karena satu alasan penting, yakni lantaran Indonesia bukan negara anggota ICC.

"Indonesia bukan negara anggota ICC (Mahkamah Internasional) karena belum meratifikasi Statuta Roma," jelas Damanik dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/1). Statuta Roma sendiri merupakan perjanjian negara-negara untuk mendirikan dan memfungsikan ICC.

Karena belum meratifikasi Statuta Roma, maka ICC tidak memiliki alasan hukum untuk mengadili kasus yang terjadi di wilayah Indonesia. Selain itu, beberapa unsur juga tak bisa terpenuhi oleh kasus tersebut agar ditangani oleh Mahkamah Internasional.


Sebab ICC bekerja bukan sebagai pengganti peradilan di suatu negara. ICC baru akan bekerja apabila negara anggota Statuta Roma mengalami kondisi "unwilling" dan "unable" akibat mekanisme peradilan yang kolaps.

"Dengan begitu, mekanisme peradilan Indonesia tidak sedang dalam keadaan kolaps sebagaimana disyaratkan Pasal 17 Ayat (2) dan Ayat (3) Statuta Roma," terang Damanik, dilansir dari Kompas, Selasa (26/1). Lantas apa maksud dari kondisi unwillling dan unable ini?

Berdasarkan Pasal 17 Ayat (2) Statuta Roma, unwilling adalah kondisi ketika suatu negara anggota dinyatakan tidak mempunyai kesungguhan dalam menjalankan sistem pengadilan. Sementara di Pasal 17 Ayat (3) Statuta Roma, unable bermakna sebuah negara mengalami kegagalan sistem pengadilan nasional, baik secara menyeluruh maupun sebagian.

Akibat kegagalan sistemik itu, sebuah negara dianggap tak bisa menjalankan sistem peradilan. Barulah saat itu ICC bekerja mengadili kasus yang terjadi. Namun bukan berarti ICC bisa menggantikan sistem peradilan nasional.

"Mahkamah Internasional hanya akan bertindak sebagai jaring pengaman, apabila sistem peradilan nasional collapsed," ujar Damanik. "Atau secara politis terjadi kompromi dengan kejahatan kejahatan tersebut sehingga tidak bisa dipercaya sama sekali."

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait