Sikap PAN Soal Pasal Penghinaan Lembaga Negara di RUU KUHP: Kritik Justru Dibutuhkan DPR
Pixabay
Nasional

Saat ini, publik tengah menyoroti RKUHP yang dinilai memuat pasal-pasal kontroversi, seperti hukuman bui bagi penghina lembaga negara. PAN menuturkan bahwa kritik dari masyarakat diperlukan oleh lembaga negara.

WowKeren - Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru, kembali menuai polemik. Hal ini dikarenakan ada sejumlah pasal yang menuai kontroversi.

Adapun salah satu pasal yang dinilai menuai kontroversi yakni terkait dengan penghina lembaga negara, termasuk DPR. Menanggapi hal tersebut, PAN menilai sepatutnya soal kritik terhadap DPR dan kawan-kawan dijawab dengan peningkatan kinerja.

Menurut anggota Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Fraksi PAN Zainuddin Maliki, lembaga negara yang diisi oleh wakil rakyat itu justru membutuhkan banyak kritik untuk meningkatkan dan memperbaiki kinerjanya. "Kami dari Fraksi PAN terbuka untuk menerima kritik, kritik justru dibutuhkan DPR RI yang diisi oleh wakil rakyat," tutur Zainuddin dalam keterangannya, Kamis (10/6).

Zainuddin yang juga merupakan anggota Komisi X DPR RI menegaskan bahhwa sebagai partai yang lahir sejak reformasi, PAN berkomitmen merawat dan menjaga kebebasan berpendapat. Hal ini dikarenakan kebebasan pendapat merupakan bagian dari demokrasi.


Maka dari itu, Zainuddin menuturkan bahwa kritik yang diberikan kepada DPR RI harusnya dijawab dengan peningkatan kinerja, bukan hukuman penjara. "Kritik akan kita terima dan kita jawab dengan peningkatan kinerja, bukan ancaman penjara," terangnya.

Lebih lanjut, Zainuddin menilai bahwa pasal tersebut perlu dikaji dengan seksama. "Jangan sampai menjadi pasal karet yang bisa dijadikan objek politisasi dan alat kriminalisasi oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab yang mencederai demokrasi," tandas Zainuddin.

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej memberikan penjelasan terkait pasal penghina lembaga negara tersebut. Menurutnya, pasal tersebut merupakan delik aduan dan berbeda dengan pasal yang pernah dicabut MK.

Edward menuturkan karena pasal tersebut merupakan delik aduan, maka Presiden dan Wakil Presiden harus membuat laporan terlebih dahulu. Menurutnya, pasal penghinaan yang dicabut oleh MK itu merupakan delik biasa.

Sedangakan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan bahwa pasal penghinaan tersebut tidak ditujukan untuk orang yang mengkritisi kinerja lembaga negara, baik Presiden, Wapre, maupun pejabat negara.

(wk/tiar)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait