77% Dosen Akui Ada Kekerasan Seksual, Nadiem: Permendikbud Ini Jawaban Kegelisahan Banyak Pihak
Instagram/nadiemmakarim
Nasional

Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan peraturan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang ditekennya adalah jawaban dari kegelisahan banyak pihak atas kondisi darurat yang terjadi.

WowKeren - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim tengah menjadi sorotan publik dengan peraturan soal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkup perguruan tinggi yang baru ditekennya. Hal ini diatur di Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan belakangan menuai kontroversi.

Banyak yang mendesak agar Permendikbudristek PPKS dicabut karena dianggap melegalkan zina atau praktik seks bebas. Namun Nadiem menegaskan tekadnya untuk melindungi mahasiswa atau pekerja di perguruan tinggi dari ancaman kekerasan seksual.

Apalagi karena sebanyak 77 persen dosen menyatakan pernah terjadi kekerasan seksual di lingkungan kampus. "Kita menanyakan dosen-dosen kita, apakah kekerasan seksual pernah terjadi di kampus anda? Dan 77 persen merespons ya, kekerasan seksual pernah terjadi di kampus kita," kata Nadiem dalam acara "Merdeka Belajar Episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual", Jumat (12/11).

"63 persen dari kasus kasus tersebut tidak dilaporkan kasusnya," lanjut Nadiem. Hal inilah yang kemudian dianggap Nadiem memicu kegelisahan banyak sekali pihak.


"Permendikbudristek tentang pencegahan dan penanganan seksual ini adalah jawaban dari kegelisahan banyak sekali pihak," tegas Nadiem. "Mulai dari ibu bapak orang tua, pendidik, tenaga kependidikan, serta yang terutama mahasiswa dan mahasiswi di seluruh Indonesia."

Selain karena persentase terjadinya kasus yang begitu tinggi, Nadiem juga menekankan soal efek kekerasan seksual yang begitu besar dan berjangka panjang untuk korban meskipun hal ini sulit dibuktikan. Di sisi lain, kampus pun tidak bisa menyediakan pembelajaran yang berkualitas apabila warganya tidak merasa aman dan nyaman.

"Kita sudah memiliki beberapa UU, tetapi memiliki kekosongan pada perguruan tinggi," tutur Nadiem. "Kita memiliki UU anak, tapi itu hanya di bawah 18 tahun. Ada UU PKDRT, tapi hanya dalam lingkup rumah tangga, kita punya UU TPPO tapi hanya pada menjerat sindikat perdagangan manusia."

Kekosongan inilah yang coba dituntaskan Nadiem lewat Permendikbudristek 30/2021, tetapi ternyata malah menuai pro dan kontra. Meski demikian, Nadiem mengapresiasi setiap kritikan yang masuk mengenai Permendikbud PPKS.

"Kami terbuka atas semua masukan," pungkasnya. "Bagi saya beragam respons yang muncul itu adalah tanda yang sangat baik, tanda bahwa banyak yang peduli tentang pendidikan Indonesia dan memikirkan masyarakat generasi penerus kita."

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait