Tim Asistensi Hukum Wiranto Siap Hadapi YLBHI yang Berencana Gugat ke Pengadilan: Silakan Saja
Nasional

Pembentukan tim asistensi hukum oleh Menko Polhukam Wiranto sebelumnya memang banyak menuai kontroversi dari sejumlah pihak. Meski demikian, tim ini tetap saja dibentuk.

WowKeren - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berencana menggugat Tim Asistensi Hukum pemantau dan pengkaji ucapan tokoh yang dibentuk Menko Polhukam Wiranto. Hal ini tak membuat tim tersebut gentar.

"Silakan saja dan kami menyambut baik," kata Sekretaris Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam Adi Warman dilansir dari Detik, Senin (17/6). "Sekarang kan hukum sebagai panglima."

Adi menjelaskan bahwa siapa saja bisa menggugat Keputusan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan No. 38 Tahun 2019 tentang Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam jika memang merasa dirugikan. Pihaknya siap menghadapi tuntutan tersebut.

"Siapa pun yang merasa dirugikan akibat timbulnya Surat Keputusan Menko Polhukam tersebut dan memiliki legal standing, ajukanlah pembatalan SK tersebut ke PTUN," tegas Adi. "Kami siap menghadapinya."


Sebelumnya, Ketua Umum YLBHI Asfinawati menilai bahwa Menko Polhukam perlu melakukan evaluasi terkait pembentukan tersebut. "YLBHI bersama LBH Jakarta meminta Menko Polhukam untuk mengevaluasi dan mencabut Keputusan Menteri Nomor 38 tahun 2019," katanya di Jakarta Pusat, Minggu (16/6).

Pihak YLBHI mengatakan bahwa pihaknya akan layangkan surat ke pemerintah sebagai langkah administratif. Jika tidak digubris, maka pihaknya akan segera menggugat ke pengadilan. "YLBHI memberikan kuasa kepada LBH Jakarta untuk menempuh langkah administratif yang ujungnya apabila tidak dipenuhi oleh menteri akan kami gugat ke pengadilan sesuai dengan prosedurnya," tutur Asfinawati.

Sementara itu, Direktur LBH Jakarta Arif Maulana mengatakan bahwa pengiriman surat tersebut merupakan bagian dari prosedur yang harus dijalankan. Namun pada dasarnya, pihak LBH Jakarta berharap agar tim tersebut bisa dievaluasi dan dibatalkan secara damai tanpa perlu proses pengadilan.

"Peraturan Mahkamah Agung Nomor 16 Tahun 2018 itu sebelum maju ke pengadilan kita diminta untuk semacam mengingatkan ke pemerintah atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan kebijakan, yang kita nilai keliru dan harus digugat, itu harus disuratin dulu," terang Arif dilansir dari Detik, Senin (17/6). "Jadi intinya supaya dievaluasi dan dibatalkan secara persuasif lah bahasanya, tanpa melalui pengadilan."

(wk/zodi)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait