Rizal Ramli Sebut RI Jadi 'Pengemis Utang Bilateral', Kemenkeu Balas Begini
Nasional

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kementerian Keuangan Rahayu Puspa membalas cuitan Rizal Ramli yang menyinggung soal strategi 'pengemis utang bilateral'.

WowKeren - Ekonom senior Rizal Ramli sempat menyinggung soal kondisi utang pemerintah Indonesia di era Presiden Joko Widodo. Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman itu menyebut bahwa RI menjadi "pengemis utang bilateral" karena makin banyaknya pinjaman yang dilakukan.

"Mas @jokowi, mau dibawa kemana RI ? Surat utang bunganya semakin mahal. Untuk bayar bunga utang saja, harus ngutang lagi. Makin parah," cuit Rizal di akun Twitter pribadinya. "Makanya mulai ganti strategi jadi 'pengemis utang bilateral' dari satu negara ke negara lain,, itupun dapatnya recehan itu yg bikin 'shock'."

Cuitan Rizal tersebut lantas mendapat bantahan dari pihak Kementerian Keuangan. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kementerian Keuangan Rahayu Puspa membalas cuitan Rizal dan menyatakan bahwa pernyataan tersebut salah dan tak terbukti.

"Pak @ramlirizal kurang update sepertinya. Yield Surat Berharga Negara (SBN) Rupiah 10 tahun (year-to-date) mengalami penurunan sebesar -13,5% (Data Bloomberg)," balas Puspa melalui akun Twitter-nya.


Rizal Ramli-Rahayu Puspa

Twitter

Puspa menjelaskan bahwa imbal hasil atau yield dari surat berharga negara (SBN) 10 tahun terus menurun. Hal itu berbanding terbalik dengan yang disampaikan Rizal dalam cuitannya.

"Sementara yield SBN Valas juga mengalami penurunan dengan persentase yang jauh lebih besar dibandingkan yield SBN Rupiah sebesar -34,6% (ytd)," jelasnya. "Ini menunjukkan bahwa bunga dari surat utang yang dikeluarkan Pemerintah tidak semakin mahal, sebaliknya malah smkn menurun.

Selain itu, Puspa juga menjelaskan bahwa belanja negara yang tinggi ditujukan untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi, sedangkan penerimaan pajak menurun karena banyak bisnis tertekan. Oleh sebab itu, pemerintah melakukan pelebaran defisit.

"Pemerintah tidak mengemis ke negara lain untuk mendapatkan pinjaman karena kondisi Indonesia sebagai negara tujuan investor masih sangat baik dan terpercaya (investment grade)," lanjut Puspa. "Pemerintah mendapat pinjaman dengan biaya yang relatif murah dan juga transfer teknologi (untuk pinjaman proyek). Pinjaman bilateral antar negara ini lebih mengedepankan kerjasama untuk mewujudkan kestabilan dan kesejahteraan global, bukan pinjaman receh yang asal dipinjam."

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait