Benarkah Vaksin Sinovac Mengandung Sel Kera Afrika sampai Formalin? Bio Farma Buka Suara
Nasional

Dalam pesan berantai WhatsApp itu dituliskan pula penerima vaksin Corona Sinovac seperti kelinci percobaan karena label 'Only for Clinical Trial'. Apa kata Bio Farma soal klaim ini?

WowKeren - Jelang vaksinasi COVID-19 yang sedianya dimulai pada Januari 2021 ini, beragam informasi terkait vaksin terus mewarnai media sosial Indonesia. Terutama untuk vaksin buatan Sinovac Tiongkok yang belakangan malah diinformasikan mengandung sejumlah bahan-bahan "tidak lazim".

Dalam informasi yang beredar di WhatsApp, disebutkan vaksin bermerek CoronaVac itu mengandung bahan tak halal karena berasal dari vero cell atau jaringan kera hijau Afrika. Kemudian vaksin juga mengandung bahan dasar berbahaya seperti boraks, formalin, alumunium, dan merkuri.

Disebutkan pula penerima vaksin selayaknya kelinci percobaan karena tercantum label "Only for Clinical Trial di kemasannya. Lalu vaksin tidak memiliki jaminan tidak tertular penyakit serta tak ada kompensasi perusahaan jika terjadi cedera atau KIPI pada korban. Dan yang terakhir, pesan tersebut diklaim bersumber dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).

Benarkah Vaksin Sinovac Mengandung Sel Kera Afrika sampai Formalin? Bio Farma Buka Suara

Twitter/sbyfess

Bio Farma selaku BUMN yang akan mendistribusikan vaksin tersebut akhirnya angkat bicara soal informasi yang beredar. Sekretaris Perusahaan Bio Farma, Bambang Heriyanto, dengan tegas menyatakan informasi tersebut tidak benar. "Itu hoaks, tidak benar," tegas Bambang, Minggu (3/1).

Yang pertama diklarifikasi perihal tulisan "Only for Clinical Trial". Ditegaskan Bambang, label tersebut wajib disematkan di kemasan karena saat ini vaksin Sinovac yang beredar masih dalam tajap uji klinis fase III.

"Kita kan sedang uji klinis. Jadi kemasan yang dipakai untuk uji klinis itu harus ada label 'Only for Clinical Trial'. Itu untuk uji klinis," jelas Bambang, dikutip dari Kompas, Senin (4/1).

Namun dipastikan vaksin yang akan beredar nanti setelah mendapat izin dari BPOM tak menggunakan kemasan bertuliskan "Only for Clinical Trial". Keberadaan uji klinis ini pun, imbuh Bambang, dianalogikan seperti "uji tabrak" dalam proses produksi mobil.


Kemudian perihal mengandung bahan tak halal merupakan kewenangan LPPOM MUI. Namun Bambang menegaskan media vero cell yang dipermasalahkan di informasi tersebut adalah media penumbuh virus yang sudah digunakan selama berpuluh-puluh tahun.

Vero cell ini, terang Bambang, adalah hasil dari semacam kultur sel dan bukan diambil dari jaringan hewan hidup. Virus akan ditumbuhkan di media tersebut hingga bisa diambil untuk diproses menjadi vaksin.

"Jadi virus itu tempat tubuh hanya di sel hidup. Nah vero cell ini dipakai sebagai media tumbuh kembang virus," tutur Bambang. "Hanya untuk menumbuhkan saja, nanti selnya ini dibuang, tidak terlibat."

Sedangkan untuk halal dan haram vaksin masih dalam pengkajian LPPOM MUI. "Nanti komisi fatwa yang akan menentukan halal-haram," katanya.

Lalu untuk kandungan boraks dan formalin, dijelaskan Bambang vaksin sama sekali tidak mengandung bahan pengawet. "Boraks buat apa? Formalin buat apa?" ujarnya.

Komposisi vaksin nanti adalah virus inactivated, adjuvant untuk meningkatkan imunogenisitas, serta buffer untuk menjaga stabilitas. Dan dipastikan ada izin dan jaminan BPOM sebelum vaksin tersebut diedarkan.

Bambang pun meyakinkan ada proses pengawasan setelah vaksin diedarkan atau post marketing surveillance alias pharmacovigilance. "Yang memonitor siapa? Lembaga independen. Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), nanti di setiap daerah juga ada Komda KIPI," terang Bambang.

"Ini program pemerintah, tentu pemerintah akan bertanggung jawab jika memang ada kejadian terkait dengan vaksin," pungkas Bambang. "Karena ini program vaksin yang diinisiasi jadi program pemerintah."

(wk/elva)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait