Jurus Pemerintah RI Cegah Klaster Penularan COVID-19 di Sekolah Tatap Muka
AFP/Juni Kriswanto
Nasional

Presiden Jokowi menginstruksikan agar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Mendikbudristek Nadiem Makarim untuk mengevaluasi pelaksanaan PTM terbatas.

WowKeren - Pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di sekolah menimbulkan kekhawatiran tentang penularan virus corona (COVID-19) di kalangan siswa dan pengajar. Presiden Joko Widodo lantas menginstruksikan agar Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk mengevaluasi pelaksanaan PTM terbatas.

"Jadi khusus kami dan Pak Nadiem diminta oleh Bapak Presiden untuk review implementasi program pembelajaran tatap muka," jelas Budi Gunadi dilansir situs resmi Sekretariat Kabinet RI, Selasa (28/9).

Lebih lanjut, Budi memaparkan dua strategi pengendalian COVID-19 di sisi hulu untuk mencegah terbentuknya klaster penularan virus di sekolah. Yakni strategi protokol kesehatan (perubahan perilaku atau 3M) dan strategi deteksi atau surveilans atau 3T.

"Kita ingin melakukan strategi surveilans (3T atau deteksi) tadi, khusus untuk aktivitas belajar mengajar," papar Budi. "Nanti kalau ini berhasil, kita akan mereplikasi ke aktivitas perdagangan, aktivitas pariwisata, aktivitas keagamaan, aktivitas transportasi, dan sebagainya."


Menurut Budi, strategi surveilans dalam aktivitas belajar mengajar akan dimulai secara masif, sejalan dengan penerapan PTM terbatas. Adapun PTM sendiri harus mulai kembali dilakukan demi menekan kerugian jangka panjang untuk siswa.

"Kita sadar bahwa kita harus melakukan/mulai pembelajaran tatap muka ini karena banyak long term disbenefit kalau kita tunda," jelasnya. "Makanya kita fokus sekali melakukan advanced surveillance untuk khususnya aktivitas (pembelajaran) tatap muka ini."

Selain itu, pemerintah juga akan secara aktif mencari kasus COVID-19 dengan tujuan deteksi di satuan pendidikan. Hal ini akan dilakukan dengan menggunakan metode sampling.

"Kita tentukan di tingkat kabupaten/kota, berapa jumlah sekolah yang melaksanakan tatap muka," tuturnya. "Dari situ kita ambil 10 persen untuk sampling, kemudian dari 10 persen ini kita bagi alokasinya berdasarkan kecamatan. Jadi kecamatan mana yang banyak sekolahnya otomatis dia akan lebih banyak (sampel)."

Budi menjelaskan metode sampling itu diambil karena para epidemiolog menilai penularan lebih berpotensi terjadi antar-kecamatan. Oleh sebab itu, wilayah epidemiologis per kecamatan harus dimonitor dengan ketat.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru