COVID-19 Naik Karena Subvarian BA.4 dan BA.5, Kemenkes Nilai Belum Perlu Ketatkan Pintu Masuk RI
Nasional

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia belakangan ini dipicu oleh adanya varian baru. Hal ini juga terjadi di negara-negara lain.

WowKeren - Kasus COVID-19 di Indonesia belakangan ini kembali mengalami kenaikan. Salah satu penyebabnya adalah adanya subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 yang telah ditemukan di sejumlah wilayah Tanah Air.

"Jadi kita confirm bahwa kenaikan ini memang dipicu oleh adanya varian baru dan ini juga yang terjadi sama di negara-negara di luar Indonesia yang mungkin hari raya keagamaannya berbeda-beda dengan kita. Jadi tiap kali ada varian baru itu (kasus) naik," tutur Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Senin (13/6).

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dr. Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan bahwa kenaikan kasus terjadi di sekitar lima hingga enam provinsi. "Jumlah kasus yang meningkat itu tidak banyak provinsinya, jadi memang cenderung hanya 5-6 provinsinya. Yang kita lihat kan tren per minggu itu memang ada peningkatan karena tadi setelah 27 hari pasca mudik," jelas Nadia.

Adapun provinsi yang mengalami kenaikan kasus antara lain Lampung, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Utara, dan Maluku. Meski begitu, Nadia mengatakan bisa jadi wilayah tersebut tidak mengalami kenaikan kasus keesokan harinya.

"Kalau ditanya provinsinya itu kalau dari data yang ada yang naik itu yang melaporkan naik karena bisa saja besok hari tidak naik, ini adalah Lampung, Jawa tengah, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Utara, Maluku," terangnya.


Meski subvarian BA.4 dan BA.5 telah masuk ke Indonesia, pihak Kemenkes menilai pengetatan pintu masuk ke Tanah Air masih belum dibutuhkan. Nadia menjelaskan bahwa dua subvarian tersebut untuk sementara dinilai tidak terlalu berbahaya dan tak menyebabkan kenaikan kasus yang signifikan.

"Dengan ditemukannya BA.4 dan BA.5 apakah perlu dilakukan pengetatan? Sampai saat ini dinilai belum perlu," paparnya.

Lebih lanjut, Nadia memaparkan bahwa tiga kasus pertama BA.5 ditemukan pada pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) delegasi pertemuan 'The Global Platform for Disaster Risk Reduction' di Bali pada 23-28 Mei. Meski acara internasional itu dihadiri sekitar 3 ribu hingga 4 ribu orang, hanya ada kurang dari 30 orang yang kemudian terpapar COVID-19.

Oleh sebab itu, dua subvarian tersebut dinilai tidak menimbulkan penularan masif dalam satu klaster. Subvarian baru tersebut juga tak menyebabkan keparahan gejala pada pasien.

"Jadi kita lihat laju penularan atau potensi penularan itu sangat rendah, sehingga tidak diperlukan lagi aturan-aturan pengetatan di pintu masuk negara," tukasnya.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru