Menkumham Yasonna Laoly Malu Indonesia Masih Pakai Dasar Hukum Warisan Belanda
Nasional

KUHP yang dijadikan sebagai pedoman hukum bisa menimbulkan masalah tersendiri jika tidak disesuaikan dengan dinamika masyarakat.

WowKeren - Selama ini, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dijadikan sebagai acuan untuk menentukan dasar hukum di Indonesia. Adapun KUHP yang diberlakukan di Indonesia bersumber dari hukum kolonial Belanda yang disahkan sejak 1915 silam.

Terkait hal ini, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mengaku malu. Sebab, Indonesia masih saja memakai dasar hukum yang merupakan warisan kolonial Belanda sejak 104 tahun lalu.

"Malu kita sebagai bangsa," kata Yasonna saat Seminar Nasional bertajuk Arah Kebijakan Pembaharuan Hukum Pidana di Hotel Js Luwansa, Jakarta, Kamis (28/3). "Masih menggunakan hukum pidana dari seratus tahun lalu masuk, sudah 104 tahun."

Kehidupan masyarakat terus bergerak secara dinamis. Oleh sebab itu, dasar hukum yang mengatur manusia juga harus disesuaikan dengan perkembangan tersebut. Karena jika tidak, maka penerapan KUHAP dan KUHP justru akan melahirkan masalah baru.

"Sehingga kita sadari atau tidak," lanjut Yasonna. "Secara politis dan sosiologis pemberlakuan hukum pidana kolonial ini telah menimbulkan problema tersendiri."


Oleh sebab itu, dasar hukum yang ada di Indonesia perlu diperbarui. Pembaharuan hukum yang lebih bersifat komprehensif diharapkan mampu menciptakan kodifikasi hukum untuk menggantikan dasar hukum yang lama.

"Dimaksudkan guna terciptanya suatu kodifikasi hukum pidana nasional," jelas Yasonna. "Untuk menggantikan hukum pidana warisan kolonial, yaitu Wetboek van Srafrecht Voor Nederlands Indie 1915."

Ia berharap agar seminar nasional yang mengundang para pakar hukum bisa melengkapi kekurangan-kekurangan KUHP. Ia juga berharap agar penyempurnaan tersebut bisa dirampungkan tahun ini.

"Kita dalam tahap selesai KUHP tapi belum selesai," tutur Yasonna. "Pikiran-pikiran pakar ini, makanya diundang untuk melengkapi, menyempurnakan KUHP pidana kita. Saya berharap tahun ini kita bisa selesaikan."

Yasonna menjelaskan bahwa ada tiga alasan yang mendesak agar KUHP segera diperbarui. Selain dinilai tak lagi sesuai dengan dinamika masyarakat, keberadaan KUHP mulai tergeser dengan adanya perkembangan hukum pidana di luar kitab tersebut.

"Keadaan ini telah mengakibatkan terbentuknya lebih dari satu sistem hukum pidana yang berlaku dalam sistem hukum nasional," ujarnya. Tak kalah penting, dalam beberapa hal juga telah terjadi duplikasi norma antara hukum pidana dalam KUHP dengan yang ada di luar KUHP.

(wk/zodi)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru