Istana Akhirnya Akui Hapus 1 Pasal UU Ciptaker Dengan Alasan Ini
Rawpixel/McKinsey
Nasional

Juru bicara presiden akhirnya mengakui telah menghapus 1 pasal dalam draf Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang diserahkan DPR. Ternyata, ini alasannya.

WowKeren - Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja terus mendapatkan sorotan tajam karena berulang kali mengalami perubahan halaman yang signifikan pasca disahkan. Bahkan, kabar terbaru mengatakan ada satu pasal yang hilang dari draf UU Ciptaker sehingga semakin menimbulkan berbagai kritikan.

Pihak Istana akhirnya mengakui ada 1 pasal dalam UU Ciptaker yang telah dihapus. Hal ini diungkapkan langsung oleh Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono.

Sebagai informasi, draf UU Ciptaker kembali mengalami perubahan jumlah halaman usai diserahkan DPR ke pemerintah. Jumlah halaman draf final yang diserahkan DPR ke pemerintah sebanyak 812, tetapi kini bertambah 375 menjadi 1.187 halaman.

Dilansir dari CNNIndonesia, ada sejumlah perbedaan di bagian substansi naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja yang terbaru dengan jumlah halaman 1.187 halaman. Salah satunya adalah hilangnya Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dari naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dipegang pemerintah.


Dini lantas membenarkan jika pasal yang dihapus adalah Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pasal itu sudah tidak lagi tercantum dalam naskah terbaru 1.187 halaman. Dini menjelaskan alasan penghapusan pasal tersebut karena akan dikembalikan ke UU lama soal migas.

”Intinya pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final,” ujar Dini seperti dilansir dari CNNIndonesia, Jumat (23/10). “Karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing.”

Lebih lanjut Dini mengatakan penghapusan pasal tersebut juga dilakukan untuk memperbaiki administrasif, seperti typo atau salah ketik. Oleh sebab itu, perubahan tersebut dianggap Dini masih sah dan boleh dilakukan selama tidak mengubah substansi.

”Yang tidak boleh diubah itu substansi,” jelas Dini. “Dalam hal ini penghapusan sifatnya administratif/typo justru membuat substansi sesuai dengan yang sudah disetujui dalam rapat panja baleg DPR.”

”Dalam proses cleansing final sebelum naskah dibawa ke presiden,” sambungnya. “Setneg menangkap apa yang seharusnya tidak ada dalam UU Cipta Kerja dan mengkomunikasikan hal tersebut dengan DPR.”

(wk/lian)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait
Berita Terbaru