42 Mantan Pegawai KPK Ajukan Banding Administratif dan Minta Jokowi Batalkan Pemecatan
Nasional

Pada Kamis (21/10), sebanyak 42 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan surat banding administratif kepada Presiden Joko Widodo dan meminta agar pemberhentian mereka dibatalkan.

WowKeren - Puluhan mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diberhentikan karena tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) terus berupaya untuk memperjuangkan nasibnya. Pada Kamis (21/10), sebanyak 42 mantan pegawai KPK mengajukan surat banding administratif kepada Presiden Joko Widodo dan meminta agar pemberhentian mereka dibatalkan.

"Membatalkan Keputusan Pimpinan KPK tentang pemberhentian dengan hormat 57 pegawai KPK atas nama kami, dimana sama sekali tidak ada ayat dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang mensyaratkan pemberhentian Pegawai KPK berdasarkan hasil TWK," ujar Hotman Tambunan yang mewakili puluhan mantan pegawai lembaga anti-rasuah tersebut dalam surat 42 mantan pegawai KPK, Jumat (22/10).

Dalam surat 42 mantan pegawai tersebut dijelaskan bahwa masa abdi puluhan orang yang diberhentikan KPK tersebut berbeda-beda, berkisar antara lima hingga 15 tahun. Jabatan mereka sebelumnya juga bervariasi dan berasa dair berbagai direktorat, biro, serta kedeputian. Meski demikian, mereka telah berupaya untuk menjalankan tugas memberantas korupsi sebaik-baiknya selama mengabdi di KPK.

Surat tersebut juga menjelaskan bahwa landasan banding administratif diajukan oleh puluhan mantan pegawai karena pimpinan KPK menolak keberatan yang telah disampaikan sebelumnya. Presiden Jokowi yang dinilai sebagai atasan pimpinan KPK pun memiliki kewenangan untuk menganulir keputusan perihal pemberhentian puluhan orang tersebut.


"Pasal 75 Ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyatakan warga masyarakat yang dirugikan terhadap keputusan dan/atau tindakan dapat mengajukan upaya administratif kepada pejabat pemerintahan atau atasan pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan," demikian isi surat tersebut.

Selain itu, para mantan pegawai KPK juga menyinggung soal kesimpulan empat lembaga yang memeriksa proses peralihan status melalui asesmen TWK. Disebutkan bahwa Ombudsman RI dan Komnas HAM menemukan adanya maladministrasi penyelenggaraan TWK dan pelanggaran HAM dalam asesmen tersebut.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan bahwa proses alih status tak boleh merugikan hak para pegawai KPK. Sedangkan putusan Mahkamah Agung menyerahkan nasib pegawai KPK yang tak lolos asesmen TWK ke pemerintah.

Adapun Pasal 25 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) menyatakan bahwa presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN. Pasal 53 UU tersebut juga menyebutkan bahwa presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi ASN dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat Pimpinan tinggi utama dan madya, dan pejabat fungsional keahlian utama madya.

"Dengan demikian kewenangan kepegawaian berupa penetapan, pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian ASN pada menteri dan kepala lembaga negara dan sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara hanyalah berupa pendelegasian kewenangan dari presiden," tutupnya.

(wk/Bert)

Follow Berita WowKeren.com di Google News

You can share this post!

Rekomendasi Artikel
Berita Terkait